Selasa, 29 Januari 2019

Penataan Ruang dan Pembangunan Berkelanjutan, Mungkinkah? (Catatan Hari Tata Ruang 8 November 2016)


Pembangunan secara keseluruhan, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di segala bidang yang menyangkut kehidupan manusia. Dan salah satu jargon pembangunan yang cukup sering kita dengarkan belakangan ini, ialah pembangunan berkelanjutan atau sustainable development. Idealnya memang, pembangunan harus terjaga keberlangsungannya, agar manfaatnya betul-betul bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat. Senada dengan hal itu, komunitas perencana pun menggaungkan slogan penataan ruang yang berkelanjutan. Mengapa gagasan ini menjadi penting untuk diungkapkan? Karena, pembangunan dan penataan ruang selama ini, terkesan dilaksanakan secara terpisah dan berdiri sendiri.
Apa yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan dan sejak kapan istilah tersebut muncul? Raditya Dwi Indrawan dalam tulisannya menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan diperkenalkan pertama kali dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980.
Pada laporan Brundtland dari PBB (1987), disebutkan yang dimaksud pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.” Dalam pengertian yang lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu konsep pembangunan yang dapat berlangsung secara terus menerus dan konsisten dengan menjaga kualitas hidup, tidak merusak lingkungan serta mempertimbangkan cadangan sumber daya yang ada untuk kebutuhan masa depan.
Sementara itu, dalam Buletin Tata Ruang, Budimanta menuturkan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana, dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia, tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya.
Adapun tujuan dari pembangunan berkelanjutan dalam pandangan Prof Emil Salim, adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan yang berkelanjutan pada hakikatnya ditujukan untuk pemerataan antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang.
Sementara itu, Penyelenggaraan penataan ruang secara umum juga bertujuan untuk mewujudkan ruang  yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, sesuai yang tertera dalam Pasal 3 UU.No 26 Tahun 2007. Dengan demikian, baik penataan ruang berkelanjutan maupun pembangunan berkelanjutan, menginginkan terjadinya kontinuitas, keberlangsungan serta harmonisasi, yang menjadi misi utama dari keduanya. Hanya saja, idealitas yang diharapkan tersebut, tidak semudah dalam membahas dan membicarakannya, di saat akan diwujudkan atau direalisasikan.
Setidaknya, ada beberapa hal yang menjadi tantangan, hambatan serta kendala, ketika penataan ruang dan pembangunan berkelanjutan itu akan diimplementasikan, di antaranya :
Pertama, masih sulitnya terjadi sinkronisasi antara berbagai rencana pembangunan yang ada. Perencanaan yang terpadu dan holistik, sepertinya hanya sebatas di atas kertas. Ego sektoral masih sangat kental dirasakan di antara instansi pelaksana perencanaan pembangunan. Contoh sederhana saja yang sering kali kita  jumpai di tengah-tengah masyarakat, adalah betapa tidak terkordinasinya pekerjaan perbaikan jalan, saluran drainase dan juga instalasi air bersih serta telekomunikasi.
Kedua, dalam proses pilkada atau suksesi kepala daerah, belum ada regulasi dari penyelenggara pemilu, yang mengatur tentang wajibnya pasangan calon dalam merumuskan visi dan misinya untuk menyelaraskan serta mengsinkronisasikan dengan aturan dan regulasi perencanaan pembangunan yang sudah ada. Padahal, visi-misi calon terpilihlah yang nantinya akan dimasukkan sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Akibat dari rumusan yang semata-mata dibuat sesuai keinginan dan selera pasangan calon, tanpa mempertimbangkan regulasi perencanaan pembangunan sebelumnya, maka alih-alih perencanaan pembangunan tersebut bisa terlaksana secara berkelanjutan, yang terjadi kemudian justru adalah kontradiksi antara satu rencana dengan rencana pembangunan yang lain. Sehingga tidak jarang kita temukan, RPJMD suatu daerah tidak sejalan dengan RPJPD-nya padahal sesuai aturan yang ada RPJMD mesti merupakan penjabaran dari RPJPD, begitu pula terkadang tumpang tindih dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)-nya.
Sejatinya, menurut Prof. Eko Budihardjo dalam Buletin Tata Ruang seperti dikutip oleh Hadi Wahyono, bahwa rencana tata ruang – sebagai salah satu tahapan  penataan ruang – adalah suatu bentuk kebijakan publik yang dapat mempengaruhi keberlangsungan proses pembangunan berkelanjutan. Namun masih banyak masalah dan kendala dalam implementasinya yang menimbulkan berbagai konflik kepentingan. Konflik yang biasa terjadi antara lain : sektor formal dan informal atau sektor modern dan tradisional di perkotaan. Contohnya: fasilitas publik seperti taman kota, harus bersaing untuk tetap eksis dengan bangunan komersial yang akan dibangun, serta bangunan bersejarah yang semakin menghilang berganti dengan bangunan modern karena alasan ekonomi.
Selain itu, satu hal yang mesti diperhatikan pula, adalah bahwa posisi penduduk atau masyarakat  merupakan bagian yang sangat penting dan titik sentral dalam penataan ruang dan pembangunan berkelanjutan. Karena peran penduduk, sesungguhnya sebagai subjek dan objek dari perencanaan dan pembangunan apapun. Sebab, jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat, tetapi memiliki kualitas yang rendah, akan memperlambat tercapainya kondisi ideal yang diinginkan.
Bila hal-hal tersebut di atas, selalu saja terjadi dan terus dilakukan, maka penataan ruang dan pembangunan berkelanjutan hanya akan ada secara konseptual, tapi tidak dapat terwujud dalam realitas dengan sesungguhnya. Wallahu a’lam bisshawab
FAJAR Makassar, November 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rezim Yang Ambigu dan Problem Lingkungan di Indonesia

Permasalahan lingkungan hidup, telah mendapat perhatian besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi sejak dasawarsa 1970-an setelah d...