Selasa, 29 Januari 2019

Tata Ruang dan Komitmen Kepala Daerah


Tahun 2018 ini, Indonesia memasuki tahun politik, di mana 171 daerah akan melaksanakan Pilkada secara serentak. Provinsi Sulawesi Selatan sendiri, akan melangsungkan pemilihan gubernur/wakil gubernur serta kepala daerah di 12 kabupaten/kota. Masyarakat pada daerah bersangkutan, tentu saja berharap munculnya pemimpin-pemimpin daerah yang dapat membawa perbaikan berarti dalam upaya pembangunan di daerah. Salah satu aspek yang sangat penting ditelaah dan dicermati pada upaya perbaikan dalam proses pembangunan, adalah persoalan menyangkut penataaan ruang.
Masalah penataan ruang, yang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang, memang terkadang masih terabaikan dalam penyelenggaran pemerintahan di berbagai daerah, kendati pun penataan ruang merupakan bagian dari isu strategis pada tingkat nasional. Di tingkat daerah pun, semisal Perda No.7 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perda No.10 Tahun 2008 mengenai Rencana pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sulawesi Selatan, tata ruang juga menjadi isu strategis daerah di Sulawesi Selatan. Selain itu, di dalamnya juga tercantum bahwa penataan ruang adalah salah satu permasalahan pembangunan yang bersifat pelayanan dasar wajib dan perlu menjadi perhatian. 
Sebagaimana lazimnya, pembangunan yang tidak disertai perencanaan akan berdampak kepada permasalahan lebih kompleks yang dapat berimplikasi terhadap keberlangsungan kehidupan di sebuah daerah. Oleh karenanya, rencana penataan ruang mesti disusun dan dijadikan acuan dalam menjalankan roda pembangunan. Ironisnya, di setiap perhelatan pilkada, tidak banyak calon kepala daerah, saat merumuskan visi, misi dan programnya, berupaya melakukan penyelarasan atau sinkronisasi dengan dokumen perencanaan pembangunan dan perencanaan spasial yang ada. Baik terhadap RPJPD, terlebih lagi dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Padahal, di tahap awal inilah, masyarakat bisa menilai komitmennya pada penataan ruang serta pembangunan berkelanjutan di daerah yang akan dipimpinnya.
Menanti Komitmen
Jika kita menengok UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, telah disebutkan dalam Pasal 7 poin 2, bahwa negara memberikan kewenangan dalam penyelenggaraan penataan ruang kepada pemerintah atau pemerintah daerah. Wewenang dimaksud meliputi pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang di wilayahnya masing-masing. Jadi sejatinya, kepala daerahlah yang memiliki tanggung jawab besar dalam mewujudkan penataan ruang yang lebih baik. Namun pada kenyataannya, masih terkadang kita temukan ada kepala daerah yang belum menjalankannya. Itu disebabkan karena tidak semua kepala daerah memiliki pemahaman yang baik soal tata ruang. Seperti diketahui, masih banyak kepala daerah yang belum mengenal konsep pembangunan yang berlandaskan pada perencanaan tata ruang. Akibatnya, tidak mengherankan bila kita temukan, ada kepala daerah menuding RTRW menghambat pembangunan atau menghambat mega proyek yang akan dilakukannya.
Dalam konteks seperti ini, komitmen dari kepala daerah dengan kedudukan serta posisinya yang begitu penting, diharapkan mampu menjalankan kebijakan strategisnya yang sejalan dengan aturan, untuk perbaikan dan penyelenggaraan pembangunan serta pemerintahan yang baik. Demikian yang pernah dinyatakan oleh Filosof Muslim Al-Farabi saat menawarkan konsep “Kota Utama-nya” (Al-Madinah Al-Fadhilah) dengan mengatakan bahwa, “Kota utama adalah kota yang diperintah oleh pemimpin tertinggi yang “… benar-benar memiliki berbagai ilmu dan setiap jenis pengetahuan … Ia mampu memahami dengan baik segala yang harus dilakukannya. Ia mampu membimbing dengan baik sehingga orang melakukan apa yang diperintahkannya. Ia mampu memanfaatkan orang-orang yang memiliki kemampuan. Ia mampu menentukan, mendefinisikan dan mengarahkan tindakan-tindakan ke arah kebahagiaan.”
Ungkapan Al-Farabi di atas, menunjukkan betapa urgennya posisi dan komitmen seorang kepala daerah. Dr. Karlina Supelli berujar, “Ciri kematangan seseorang adalah saat dia sanggup menjalankan suatu pekerjaan bukan karena dia suka, tetapi karena dia berkomitmen.” Komitmen dari kepala daerah terkait penataan ruang begitu diharapkan, karena tantangan saat ini begitu besar. Sebagai contoh, dengan adanya undang-undang otonomi yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sumber daya alamnya sendiri, menjadikan daerah seringkali mengeksploitasi SDA secara berlebihan tanpa pertimbangan serta mengabaikan keseimbangan maupun keberlangsungan pembangunan. Hal seperti ini, berpotensi menyebabkan terjadinya konflik kepentingan dalam hal pemanfaatan dan penggunaan ruang. 
Pada akhirnya, komitmen kepala daerah sangat menentukan dalam mewujudkan tata ruang yang baik, berkeadilan dan manusiawi, yang diawali dengan keberanian menegakkan regulasi dan aturan secara benar, terkait dengan tata ruang. Pertanyaannya, akankah hasil dari pilkada serentak nanti, melahirkan kepala daerah yang berkomitmen, menjadikan tata ruang sebagai ‘panglima’ dalam pembangunan di daerahnya masing-masing? Wallahu a’lam bisshawab.
FAJAR Makassar, Februari 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rezim Yang Ambigu dan Problem Lingkungan di Indonesia

Permasalahan lingkungan hidup, telah mendapat perhatian besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi sejak dasawarsa 1970-an setelah d...