Tanpa terasa Ikatan Mahasiswa
Perencanaan Indonesia (IMPI) telah melewati tiga dasawarsa lebih, semenjak
dideklarasikan pada tanggal 2 Desember 1984 di Institut Teknologi Bandung
(ITB). Sejak itu, Forum Mahasiswa Perencanaan Indonesia (FMPI) - yang merupakan
nama sebelumnya dari IMPI – mulai berusaha menghadirkan dirinya di
tengah-tengah mahasiswa. Namun, beberapa tahun kemudian setelah terbentuknya,
wadah ini sempat mengalami kevakuman dan baru dicoba untuk dihidupkan kembali
saat Pertemuan Nasional Mahasiswa Perencanaan Se-Indonesia di Institut
Teknologi Nasional (ITN) Malang pada tahun 1993. Mulai saat itu hingga
sekarang, para anggotanya berusaha untuk dapat mengeksiskan IMPI ini dalam
kehidupan kemahasiswaan, baik di tingkat institusi masing-masing maupun pada
skala Nasional bahkan Internasional. Berbagai upaya telah dilakukan dalam
rangka pengembangannya, namun masih sering juga mengundang pertanyaan, ‘Apa’
dan ‘Kemana’ IMPI ini akan diarahkan sesungguhnya.
Dari serangkaian kegiatan yang
telah dilakukan IMPI, maka tampaknya sudah mulai banyak kemajuan serta mulai
menyentuh hal-hal yang substansial bagi IMPI itu sendiri baik secara
konsepsional maupun lewat aksidentalnya.
Membicarakan fungsi dan peran
IMPI, sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari tatanan kemahasiswaan secara
umum. Dengan kata lain, sebuah lembaga kemahasiswaan harus senantiasa
diinspirasi oleh semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu : Penelitian,
Pendidikan dan Pengabdian pada masyarakat.
Ikatan Mahasiswa Perencanaan
Indonesia (IMPI) sebagai sebuah organisasi/wadah mahasiswa yang berskala
nasional, boleh jadi telah berlandaskan pula pada nilai-nilai dasar tersebut
dalam segala aktivitas yang dilakukannya. Namun, pertanyaan segera muncul bila
kita menelusuri perjalanan IMPI sejak kelahirannya hingga saat ini. Sejauh mana
IMPI telah mampu menjalankan fungsi dan perannya dalam turut mewarnai kehidupan
kemahasiswaan? Bagaimana sesungguhnya profesionalisme yang ingin digalang IMPI
seperti yang telah disebutkan dalam tujuan, fungsi dan tugasnya? Dan masih
banyak hal berkaitan dengan masalah tersebut.
Menarik untuk kita simak kembali
apa yang telah disampaikan oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Djoko Sujarto, M.Sc, ketika
memberikan arahan menjelang Sidang Tahunan Kongres FMPI tahun 1994 di Institut
Teknologi Bandung (ITB). Beliau menyatakan bahwa ada 5 (Lima) sasaran strategis
dari esensi suatu asosiasi atau wadah Mahasiswa Perencanaan Indonesia yang
patut menjadi bahan pemikiran, yaitu :
1. Lembaga ini
perlu dikembangkan bukan sebagai suatu wadah yang akan mendesakkan kesamaan
pendapat tetapi justru untuk menggali sebanyak mungkin berbagai pendapat,
sehingga akan memperluas wawasan tentang perencanaan pembangunan wilayah dan
kota di Indonesia khususnya dan di mancanegara umumnya.
2. Lembaga
perlu tanggap terhadap berbagai fenomena perencanaan pembangunan wilayah dan
kota yang terjadi di negara kita, sejalan dengan berbagai dinamika pembangunan
yang terus berkembang dari masa ke masa, karena semakin luasnya berbagai
pengaruh global.
3. Lembaga
perlu untuk mengembangkan kreasi dan inovasi di dalam menanggapi berbagai
perkembangan iptek dalam hubungannya dengan perencanaan wilayah dan kota saat
ini dan di masa mendatang.
4. Lembaga
mampu menjadi pemasok pemikiran bagi perencanaan pembangunan bangsa sekaligus
juga mampu menjadi pengendali sosial
yang dewasa dan objektif di dalam melihat berbagai gejala perkembangan
pembangunan yang menyangkut masyarakat banyak.
5. Lembaga
sangat perlu memikirkan pengembangan etika di dalam perencanaan untuk dikembangkan sebagai salah satu pedoman dalam
menyumbangkan keahliannya kelak di masyarakat.
Dari uraian
di atas, tampaknya ada dua hal yang perlu kita pikirkan terutama bila berbicara menyangkut profesionalisme yang akan
kita kembangkan.
Pertama,
Profesionalisme yang berkaitan dengan bidang keilmuan yang kita geluti sendiri
(dalam hal ini Ilmu Planologi atau Perencanaan). Ini bisa kita sebut sebagai
Gerakan Intelektual.
Kedua,
Profesionalisme dalam hubungannya sebagai lembaga kemahasiswaan dalam rangka
menyikapi persoalan-persoalan kemasyarakatan atau kerakyatan. Yang ini biasa
disebut dengan Gerakan Sosial/Moral.
Kedua
perspektif tersebut tidak layak untuk dikesampingkan, bahkan mutlak dimiliki
oleh sebuah wadah mahasiswa apapun bentuknya. Karena dengan tidak memiliki dan
tidak mengimplementasikan hal itu, maka dengan sendirinya ia telah kehilangan
ruh perjuangannya, yang selanjutnya dapat memberikan implikasi yang cukup besar
dan bahkan boleh jadi tidak akan mampu eksis dalam artian sebenarnya di
tengah-tengah komunitas yang lebih luas.
Berbicara
dalam konteks inilah, tampaknya Ikatan Mahasiwa Perencanaan Indonesia (IMPI) perlu
melakukan antisipasi melalui Revitalisasi Fungsi dan Peran IMPI, baik sebagai
Gerakan Intelektual dalam artian sejauh mana kontribusi IMPI dalam
kajian-kajian kebijakan perencanaan serta diskursus yang menyangkut perencanaan
pembangunan wilayah dan kota, ataupun sebagai Gerakan Sosial/Moral dalam
menanggapi fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan, khususnya yang terkait
dengan bidang profesi keilmuan yang digeluti.
Dengan
revitalisasi fungsi dan peran IMPI seperti itu, kita berharap IMPI dapat
berkiprah dan memperkuat eksistensinya di tengah-tengah tatanan kemahasiswaan
secara keseluruhan. Namun, kesemuanya itu baru dapat dicapai bila ada keinginan
dan kemauan bersama para anggota IMPI sendiri untuk melakukannya. Ataukah IMPI
hanya sekedar ada, tapi tidak pernah kita temukan torehan fungsi dan perannya
dalam Sejarah Kemahasiswaan Indonesia.
Semoga
catatan ringan ini dapat bermanfaat bagi teman-teman Mahasiswa Perencanaan
umumnya dan khususnya buat Pengurus Ikatan Mahasiswa Perencanaan Indonesia
(IMPI) untuk Periode sekarang serta masa yang akan datang.
Kongres IMPI-Bandung, Desember 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar