Jumat, 11 Januari 2019

Refleksi 70 Tahun NKRI: Betulkah Kita Sudah Merdeka dan Berdaulat?


Tanggal 17 Agustus 1945 merupakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa dan negara Indonesia, karena pada hari itu telah terbentuk negara baru yang merdeka baik secara de jure maupun de facto, bangsa dan negara merdeka yang secara politik berhak mengatur kedaulatannya sendiri tanpa campur tangan asing.

Kemerdekaan telah membentuk nation-state Indonesia. Dalam perjalanannya selama 70 tahun, kemerdekaan negara mengalami dinamika dan pasang surut yang kemudian menjadi catatan sejarah perjalanan kebangsaan negeri ini.

Dalam buku “Jika Rakyat Berkuasa”, Prod. Dr. Delier Noer menulis, bahwa setidaknya, ada tiga peritiwa penting dalam peralihan kekuasaan yang pernah terjadi hingga saat ini. Peristiwa pertama, terjadi pada tahun 1945, tidak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan atau kita sebut dengan fase Orde Lama. Peristiwa kedua,  terjadi pada tahun 1966, saat pergantian Soekarno kepada Soeharto atau fase Orde Baru. Dan peristiwa ketiga, pada tahun 1998, ialah lengsernya Soeharto yang kemudian digantikan oleh B.J. Habibie yang lalu disebut sebagai fase Orde Reformasi.

Pada masa Orde Lama, terlihat bahwa negara maupun masyarakat masih begitu rapuh, karena keduanya sedang bergulat mencari posisi dan identitasnya sendiri. Pergulatan yang begitu kuat antar elit terhadap sistem pemerintahan hingga mengalami beberapa perubahan dan begitu pula sistem politik yang muncul mengarah pada berbagai penyimpangan, yang pada akhirnya membuat situasi politik begitu carut marut.

Sementara itu, di masa Orde Baru, negara begitu dominan, kuat dan daya paksa yang sangat tinggi. Posisi rakyat sangat marjinal, lemah dan hampir-hampir tidak berdaya bila harus menghadapi negara. Karena itulah, penyimpangan terjadi hampir dalam semua aspek. Korupsi, kolusi dan nepotisme yang amat parah mendorong ambruknya ekonomi saat itu.
Ulil Absar Abdallah dalam tulisannya “Menuju Politik Konkrit” menyebut bahwa terjadi penyeragaman dan pengingkaran akan pluralitas. Karena perbedaan dianggap sebagai suatu anomali yang mengancam keselarasan. Social progress yang lalu diterjemahkan dalam istilah “pembangunan” adalah sesuatu yang dianggap semata-mata dihasilkan oleh unsur-unsur yang konvergen, seolah-olah unsur-unsur yang berbeda tidak bisa menyumbangkan sesuatu buat kemajuan dan pembangunan. Akibatnya, terjadi pengebirian fungsi-fungsi sosial masyarakat oleh negara. Yang terjadi kemudian adalah kekacauan nilai-nilai di negeri ini. Daya kreativitas masyarakat yang mengarah pada kebaikan dan keberadaban manusia makin terkikis dan tenggelam oleh developmentalisme yang diagung-agungkan oleh pemerintahan Orde Baru. Sebagai akibat dari dominasi negara yang begitu kuat mengatur semua aspek kehidupan, masyarakat berada dalam kondisi yang sesungguhnya tidak merdeka dan berdaulat.

Tahun 1998, kita memasuki era baru setelah tumbangnya rezim Orde Baru. Reformasi menghasilkan setitik sinar cerah serta harapan untuk mengantarkan kemerdekaan rakyat. Namun, yang terjadi sekarang ini, tidak sebagaimana yang dicita-citakan. Kemerdekaan rakyat secara tuntas lewat reformasi total sepertinya belum selesai, karena ada indikasi masih cukup kuat dan berakarnya kekuatan-kekuatan yang membawa serta menggiring kembali pada iklim “daulat tuan” atau “daulat raja.” Karena itu, ada baiknya kita simak himbauan Soekarno dalam Amanat Proklamasi-nya, Lantas, bagaimana dengan arti dan makna kemerdekaan? Kalau kita perhatikan, dahulu, para pejuang kita berjuang untuk meraih kemerdekaan dengan melepaskan diri dari penindasan. Jadi, ukuran kemerdekaan itu adalah sejauh mana penindasan itu terjadi dan untuk itulah mereka menentang Belanda.  Begitu juga ketika orang Jepang datang. Mula-mula mereka disambut tetapi kemudian juga ditentang dan dilawan. mengapa seperti itu? Karena para pejuang kita tahu bahwa Jepang juga sama dengan Belanda, melakukan penindasan. Sekarang, kita sudah merdeka dari penjajahan Belanda dan Jepang.

Tetapi, boleh jadi rakyat Indonesia tidak akan mengatakan perjuangan sudah berakhir. Kita bisa katakan sudah merdeka penuh, kalau sudah tidak ada lagi penindasan dalam segala cara dan bentuknya. Sebab, perjuangan kita adalah berusaha menegakkan sistem yang adil. Penegakan keadilan adalah penentangan terhadap penindasan, dan di situlah esensi dari kemerdekaan. Tapi coba amati apa yang masih berlangsung hingga kini. Penegakan hukum yang seringkali tidak berpihak pada kaum lemah, kemerdekaan menjalankan keyakinan masih sering dihakimi dan diteror serta bagaimana kekuatan asing dengan begitu mudah menguasai sebagian potensi sumber daya alam kita. Lalu, bagaimana kita harus mempertanggungjawabkan semua itu kepada para pejuang kemerdekaan yang telah gugur demi tegaknya republik ini.

Walau begitu, hal penting yang kita miliki sekarang adalah semangat yang menggelora untuk lepas dari iklim represif – iklim yang tidak memberikan nuansa kemerdekaan, kebebasan dan kedaulatan. Problemnya adalah, bagaimana agar semangat ini tetap terjaga dan bisa bermetamorfosis menjadi bangunan riil dalam struktur-struktur kenegaraan dan kemasyarakatan, yang mampu membangun kultur ‘daulat rakyat’ untuk melahirkan masyarakat yang egaliter dan demokratis.

Saat ini, kita memasuki usia kemerdekaan ke-70, dan kita tengah berada di era reformasi. Upaya untuk melakukan reformasi dan perubahan secara total dan menyeluruh menjadi mutlak dilakukan, agar dapat memberikan jaminan bagi kemerdekaan rakyat, sehingga bisa berhasil membangun negara merdeka yang bebas dari korupsi  dan penyalahgunaan kekuasaan. Masyarakat yang saling menghargai serta menjaga persatuan, kesatuan, kebersamaan dan solidaritas sesama anak bangsa.

Akhirnya, dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan NKRI ini, kita semua perlu menyadari bahwa salah satu faktor yang menyebabkan kebangkrutan suatu negara adalah tidak adanya kemerdekaan dan kedaulatan yang terwujud, serta berkembangnya dominasi kekuasaan. Padahal kemerdekaan bagi setiap manusia merupakan hal yang sangat mendasar, sebagaimana Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw dalam Nahjul Balaghah berkata, “Janganlah sekali-kali kamu menjadi budak orang lain. Sesungguhnya Allah Yang Mahasuci telah menjadikanmu sebagai orang yang merdeka.”

     Makassar, Agustus 2015
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rezim Yang Ambigu dan Problem Lingkungan di Indonesia

Permasalahan lingkungan hidup, telah mendapat perhatian besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi sejak dasawarsa 1970-an setelah d...