Sabtu, 12 Januari 2019

Perlukah Ranperda Kota Dunia Diteruskan? (Catatan untuk Walikota dan DPRD Makassar)


Saat itu, DPRD Kota Makassar mungkin tengah membahas beberapa Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) yang masuk dalam Prolegda yang dijadualkan pada tahun 2016 ini. Salah satu di antaranya adalah Ranperda Kota Dunia.
Sejumlah pertanyaan pun muncul terkait rancangan peraturan daerah  yang diajukan oleh Pemerintah  Kota Makassar itu. Seberapa penting ranperda ini dibutuhkan untuk membangun kota Makassar? Tidak cukupkah aturan dan regulasi yang telah ada? Adakah manfaat bagi masyarakat dalam membahas Ranperda Kota Dunia ini?
Ada beberapa hal yang perlu dicermati berkenaan dengan masalah Ranperda Kota Dunia ini, antara lain :
Pertama, Tidak terlihat sinkronisasi kebijakan antara peraturan yang satu dengan yang lainnya, termasuk dengan rancangan peraturan baru yang diusulkan. Jika berpijak pada peraturan sebelumnya, Perda No.13 tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Makassar 2005–2025, di situ disebutkan bahwa Visi Kota Makassar adalah “Makassar sebagai Kota Maritim, Niaga, Pendidikan, Budaya dan Jasa yang Berorientasi Global, Berwawasan Lingkungan dan paling bersahabat.” Namun kemudian, terjadi perubahan dan pergeseran visi yang mestinya tidak boleh terjadi. Dalam Perda No.5 tahun  2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Makassar 2014–2019 menjadi “Makassar Kota Dunia yang Nyaman Untuk Semua.” Padahal dalam Perda ini sendiri dijelaskan bahwa RPJMD 2014-2019 berpedoman pada RPJPD 2005-2025. Walhasil, visi itulah yang selanjutnya pula dijadikan dasar capaian dalam perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar 2015-2034 yang kemudian disahkan menjadi Perda No.4 tahun 2015. Sekarang, oleh Walikota Makassar diusulkan lagi menjadi peraturan tersendiri lewat Ranperda Kota Dunia.
Kedua, Mengutip pemberitaan yang ada tentang pertemuan pada 14 Maret 2016, DPRD Makassar telah mengundang dua pakar dari Universitas Hasanuddin (Unhas), masing-masing Prof.Aminuddin Ilmar (Guru besar Fakultas Hukum) dan Prof.Slamet Tri Sutomo (Guru Besar Teknik Arsitektur dan Perencanaan Kota) untuk membedah naskah akademik Ranperda Kota Dunia. Keduanya memberikan pandangan dan kritiknya terkait hal tersebut. Antara lain yang disoal ialah naskah akademik dan Ranperda yang tidak sinkron, defenisi kota dunia yang masih mengambang, indikator kota dunia yang tidak jelas, begitu pula segi capaiannya serta berbagai hal yang mungkin masih perlu dipertanyakan. Dengan realitas seperti itu, mungkin ada baiknya DPRD Kota Makassar sebagai wakil rakyat untuk lebih jeli melihat dan mengkaji secara cermat mengenai usulan-usulan serta rancangan kebijakan dari pemerintah kota, seberapa besar urgensi dan relevansinya dalam menyentuh kebutuhan masyarakat secara luas.
Ketiga, Sekiranya Ranperda Kota Dunia ini tetap diteruskan pembahasannya oleh DPRD Kota Makassar, dan kemudian akhirnya disahkan menjadi Perda yang baru, maka pertanyaannya adalah bagaimana nantinya meletakkan Perda Kota Dunia ini bila  disandingkan dengan RTRW Kota Makassar yang belum setahun disahkan sebagai Perda. Padahal secara substansial, jika dilihat sepintas, muatannya tidak jauh berbeda. Lantas mana di antara keduanya yang akan menjadi panduan utama dalam perencanaan dan pembangunan Kota Makassar selanjutnya. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya tumpang tindih kebijakan dalam implementasinya. Yang jauh lebih urgen dan mendesak, adalah merumuskan kebijakan yang merupakan turunan dari Perda RTRW Kota Makassar, seperti aturan mengenai Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) serta Peraturan Zonasi, agar tidak menimbulkan masalah seperti kasus reklamasi pantai.
Keempat, Ada baiknya Walikota dan DPRD Kota Makassar tidak terlalu menghabiskan tenaga, pikiran dan juga dana untuk meneruskan pembahasan Ranperda Kota Dunia yang belum jelas tersebut, sementara masih banyak persoalan yang lebih penting lainnya. Contoh yang sangat nampak adalah terjadinya disparitas pembangunan antar kawasan dalam lingkup wilayah Kota Makassar. Lihatlah bagaimana sepanjang pesisir pantai Losari Makassar dipoles sedemikian rupa secara terus menerus, tetapi pada daerah pinggiran yang berbatasan langsung dengan Kabupaten sekitarnya kurang diperhatikan. Misalnya saja, infrastruktur jalan yang rusak parah yang menghubungkan daerah pinggiran Makassar dengan Moncongloe Kabupaten Maros. Begitu pula pemanfaatan ruas jalan yang berfungsi ganda (kendaraan bermotor dan hewan ternak) pada poros yang menghubungkan Kota Makassar menuju Samata Kabupaten Gowa. Fakta ini sekaligus juga menunjukkan bahwa perencanaan Kawasan Terpadu Mamminasata pun, ternyata sampai sekarang belum berjalan efektif seperti yang diharapkan. Belum lagi masalah persampahan, pelayanan air bersih, dan lain-lainnya.   
Dari uraian di atas, harapannya Walikota dan DPRD Makassar tidak perlu lagi melanjutkan pembahasan Ranperda Kota Dunia ini. Mewujudkan Makassar sebagai Kota Dunia tidak mesti dengan perda khusus,  akan tetapi lebih baik menjadikan regulasi dan peraturan yang telah ada sebagai acuan/rujukan dalam menjalankan proses pembangunan di Kota Makassar. RPJPD, RPJMD, dan terutama RTRW Kota Makassar, sudah cukup mengakomodasi untuk menjadikan Makassar sebagai kota yang mendunia, asalkan saja implementasi dari peraturan daerah tersebut benar-benar dilaksanakan. Penulis sadar bahwa pandangan yang berbeda dalam tulisan ini, mungkin tidak memiliki arti bagi Bapak Walikota dan anggota DPRD Kota Makassar, namun tetap saja penulis merasa perlu untuk utarakan dan suarakan.
Makassar,  April  2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rezim Yang Ambigu dan Problem Lingkungan di Indonesia

Permasalahan lingkungan hidup, telah mendapat perhatian besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi sejak dasawarsa 1970-an setelah d...