Kira-kira sekitar tiga tahun lalu, tepatnya Mei 2014, slogan menjadikan “Makassar Kota Dunia Yang
Nyaman Untuk Semua” mulai akrab dan menggema di ‘ruang’ kota Makassar. Sebuah
harapan besar yang ditawarkan oleh pemimpin pemerintahan yang baru kepada
masyarakatnya kala itu. Visi kota yang terkesan sangat bombastis, tapi
sekaligus menjanjikan bangunan masa depan yang lebih baik. Hanya saja, dibalik
visi yang menjanjikan itu, bagi saya ada kerancuan yang sangat fundamental yang
mesti diperbaiki, terkait dengan visi kota Makassar tersebut. Karena itu,
tulisan ini merupakan catatan yang ingin saya ajukan sebagai masukan dan usulan
kepada Wali Kota Makassar yang saya hormati.
Berikut ini beberapa hal yang perlu kita cermati bersama, sebagai
koreksi serta masukan dalam rangka meletakkan ulang visi kota Makassar pada
proporsinya, yaitu antara lain :
Pertama, Visi manakah
sesungguhnya yang ingin dicapai oleh Pemerintah Kota Makassar? Pertanyaan ini
masih terus mengganjal dalam benak saya. Apakah visi yang ada pada RPJPD
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) atau visi yang ada pada RPJMD
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Lebih konkritnya lagi, apakah
memilih antara Visi Daerah yang tertuang dalam RPJPD atau Visi Wali Kota terpilih
yang diadopsi menjadi RPJMD.
Kedua, RPJPD yang memuat
visi daerah, sejatinya merupakan panduan pembangunan yang akan dituju oleh
sebuah daerah, dalam rentang waktu 20 tahun. Dalam hal ini, untuk kota Makassar
antara 2005 – 2025. Sebab itu, penyusunan visi-misi calon Kepala Daerah dalam sebuah
perhelatan pilkada, harusnya mengacu pada RPJPD. Karena, visi-misi Kepala
Daerah terpilihlah yang nantinya akan dimasukkan dalam RPJMD. Pada konteks
inilah terlihat adanya kerancuan. Perda No.13 Tahun 2006 tentang RPJPD Kota
Makassar 2005–2025, menyebutkan bahwa Visi Kota Makassar adalah “Makassar sebagai
Kota Maritim, Niaga, Pendidikan, Budaya dan Jasa yang Berorientasi Global,
Berwawasan Lingkungan dan paling bersahabat.” Artinya Kota Makassar akan mengarahkan
seluruh pembangunannya untuk meraih visi tersebut pada tahun 2025 mendatang.
Sementara itu, dalam Perda No.5 tahun 2014
tentang RPJMD Kota Makassar 2014–2019, visinya adalah “Makassar Kota Dunia
yang Nyaman Untuk Semua.” Dengan
peletakan visi seperti ini, mengakibatkan Visi Kota Makassar menjadi kabur dan
membingungkan. Di mana muatan visi RPJMD lebih global (sifatnya universal)
dibandingkan muatan visi dalam RPJPD yang mengerucut pada lima aspek sasaran
yaitu, maritim, niaga, pendidikan, budaya dan jasa (sifatnya partikular).
Dengan demikian RPJMD tidak lagi mengacu pada RPJPD, yang mana semestinya RPJMD
merupakan turunan atau penjabaran dari RPJPD . Padahal dalam Perda No.5/2014 ini sendiri, dijelaskan bahwa RPJMD
2014-2019 berpedoman pada RPJPD 2005-2025.
Ketiga, Karena kedua
rencana pembangunan tersebut bersifat hirarkis, di mana visi RPJPD merupakan
‘visi daerah’ yang akan dicapai pada kurun waktu 20 tahun, sementara visi dalam
RPJMD adalah ‘visi antara’ yang diwujudkan pada setiap lima tahunan, maka
seperti diutarakan oleh Pakar Tata Kota Unhas Prof.Dr.Ir.Slamet Trisutomo,
dalam Dialog Akhir Tahun Harian FAJAR 27 Desember 2016, dengan mengatakan bahwa
visi tentang kota dunia ini mestinya menjadi visi jangka panjang. Maka dari
itu, revisi yang harus dilakukan seharusnya menempatkan visi “Makassar Menuju
Kota Dunia Yang Nyaman Untuk Semua” menjadi Visi RPJPD 2025. Dengan catatan,
kata ‘menuju’ dalam visi ini sangat penting disematkan karena kita baru sedang
bergerak menuju 2025. Sementara yang tadinya merupakan Visi RPJPD diturunkan
menjadi Visi RPJMD sebagai bentuk penjabarannya atau merumuskan ulang skala
prioritas pembangunan yang akan dikerjakan oleh pemerintahan sekarang dalam waktu dua setengah tahun yang tersisa.
Keempat, Solusi yang dapat
dilakukan untuk keluar dari kerancuan di atas, adalah menempuh jalan
satu-satunya yang memungkinkan, yakni melakukan revisi/perubahan terhadap kedua
Perda tersebut, baik terkait RPJPD maupun RPJMD. Jika memperhatikan pemberitaan
di Harian FAJAR 25 Desember 2016, maka hal ini sangat terbuka ruang itu, untuk
dilakukan oleh Wali Kota Makassar dan DPRD Kota Makassar. Apalagi keduanya
sudah masuk dalam daftar usulan Ranperda Perubahan pada Prolegda 2016 yang akan
diagendakan kembali pada tahun 2017 ini.
Dengan demikian, melalui cara seperti itu, visi kota Makassar bisa
kembali diletakkan pada proporsi yang sebenarnya. Dan, proses perencanaan
pembangunan dapat berlangsung sesuai arah dan tujuan yang akan dicapai,
sehingga tidak terjadi lagi hal yang paradoks. Semisal, di satu sisi,
disebutkan bahwa kunci kota dunia ada pada pelayanan publik, sementara pada
sisi yang lain mengabaikan ranperda mengenai transportasi, yang justru
merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang sangat vital. Berbagai
inovasi pembangunan hanya dapat dilakukan dengan tetap merujuk pada regulasi
dan produk perencanaan yang ada, seperti RTRW Kota Makassar. Sebab itu, membangun kota Makassar
tentu tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan dengan pendekatan
menyeluruh dan komprehensif.
Oleh karena itu, kalau saja struktur logika peletakan visi kota
Makassar ini tidak diperbaiki, maka Ranperda kota dunia menjadi tidak relevan
lagi untuk diteruskan pembahasannya. Sebab, bila tetap dilakukan, maka sama
saja melanjutkan kesalahan fundamental yang telah dilakukan sebelumnya.
Meletakkan ulang visi kota Makassar pada rel yang sebenarnya,
menjadi hal urgen dan mendesak, agar tidak berlarut-larut dalam kekeliruan.
Dan, sekiranya upaya ini bisa segera diwujudkan, maka akan menciptakan tertib
administrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik serta implementasi
perencanaan pembangunan yang selaras dan tersinkronisasi. Semoga masukan ini
bermanfaat adanya.
FAJAR Makassar, Januari 2017