Selasa, 12 Desember 2023

Bisakah Penataan Ruang Diprioritaskan? (Catatan untuk Pj. Gubernur Sulawesi Selatan)

 Setiap tanggal 8 November, diperingati sebagai Hari Tata Ruang Nasional, yang telah dilakukan sejak 15 tahun lalu, tepatnya tahun 2008. Namun di tahun 2023 ini, sebagaimana juga pada tahun–tahun sebelumnya, masih serasa sepi dari aktivitas kegiatan serta pemberitaan. Apakah fenomena ini adalah isyarat makin terpinggirnya dan terabaikannya persoalan tata ruang? Atau jangan-jangan tata ruang memang belum dianggap sesuatu yang penting bagi publik. Tata ruang seakan hanya menjadi perbincangan kalangan elit; para penentu kebijakan, kaum profesional serta akademisi saja. Padahal sejatinya, wacana tata ruang mestinya sudah lebih terbuka serta menjadi konsumsi publik, karena berhubungan dengan aktivitas kehidupan masyarakat sehari-hari. Tata ruang juga merupakan elemen penting dalam proses pembangunan yang sedang berlangsung, seiring dinamika dan problematikanya.

Karenanya, masih dalam momentum tersebut, saya bermaksud menyampaikan beberapa catatan untuk Pj.Gubernur Sulawesi Selatan Bapak Dr. Bahtiar Baharuddin, M.Si mengenai beberapa hal terkait bidang tata ruang. Ini mesti menjadi perhatian serius.

Pertama, UU.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah menyebutkan bahwa penataan ruang merupakan salah satu urusan pemerintahan bersifat wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Dengan begitu, Pemprov Sulsel harus konsisten mengarusutamakan tata ruang sebagai “panglima pembangunan” atau “pedoman pembangunan”, agar tidak ada lagi proyek dan program pembangunan, dilaksanakan tanpa berbasis perencanaan. Sebagaimana proyek-proyek dadakan yang kerap kali muncul dan tak jelas tujuannya. Implikasinya, dokumen tata ruang seakan hanya jadi tumpukan kertas di instansi-instansi terkait, yang seringkali diabaikan dan dilanggar. Termasuk yang konsisten harus dijaga adalah soal penganggaran untuk bidang penataan ruang. Agar supaya, tidak dipangkas untuk program yang kurang relevan dengan sasaran pembangunan, sesuai dengan dokumen perencanaan yang menjadi pedoman. Apalagi, ada arahan untuk senantiasa memprioritaskan urusan wajib pelayanan dasar.  

Kedua, Pemprov perlu melakukan langkah-langkah progresif dan strategis, terutama dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan penataan ruang. Sebab, aspek inilah yang sangat lemah dijalankan dari keseluruhan proses penyelenggaraan penataan ruang, sehingga pelanggaran tata ruang terus berlangsung. Dalam Permendagri No.115 tahun 2017 mengenai Mekanisme Pengendalian Pemanfaatan Ruang Daerah, dinyatakan bahwa Gubernur bertanggung jawab terhadap pengendalian pemanfaatan ruang di daerah provinsi sesuai dengan kewenangannya. Dengan demikian, Pj. Gubernur harus memastikan tidak terjadi pelanggaran tata ruang, agar tertib tata ruang dapat terwujud.

Ketiga, sekadar mengingatkan saja, RPJPD Sulawesi Selatan 2005-2025 yang saat ini berada pada tahapan akhir, dengan jelas menyebutkan kalau masih terjadi inkonsistensi terhadap penegakan Perda RTRW. Hal senada juga tertuang dalam Perda No.1 Tahun 2019 RPJMD Sulsel 2018-2023, yang menyatakan bahwa ketaatan pada RTRW masih rendah. Ini dikarenakan beberapa hal, yaitu; Rencana Tata Ruang (RTR) belum dijadikan sebagai acuan pelaksanaan pembangunan, belum terintegrasinya program prioritas RTR dalam dokumen perencanaan daerah serta belum optimalnya pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang. Kondisi ini, mengkorfimasi adanya kecenderungan pengabaian tata ruang yang sudah puluhan tahun. Dengan demikian, maka pengawasan penataan ruang mesti dimaksimalkan, demi menjamin terlaksananya penegakan hukum bidang penataan ruang serta juga untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang.

Keempat, dalam regulasi tata ruang, ditegaskan bahwa pengaturan penataan ruang dilakukan untuk mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang serta mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan. Namun faktanya, pelanggaran tata ruang dan ketidakadilan dalam pemanfaatan ruang, masih saja terus terjadi. Pemilik modal dengan kekuatan kapitalnya, sangat mudah menguasai ruang-ruang strategis bahkan tak jarang menggunakannya tidak sesuai peruntukan. Sementara kaum marginal semakin terpinggirkan karena tidak punya kuasa dalam penguasaan ruang. Oleh sebab itu, pemerintah harus mampu menunjukkan upaya konkret dalam meretas persoalan ini.

Kelima, negeri kita, memiliki wilayah yang sangat rentan dengan bencana. Global Climate Risk Index 2021 menempatkan Indonesia dalam rangking 3 dunia untuk risiko bencana. Olehnya itu, pemerintah daerah mesti segera bersiap untuk melakukan langkah pencegahan dan mitigasi terhadap peningkatan potensi bencana hidrometeorologi, khususnya banjir, longsor dan banjir bandang. Dalam konteks pencegahan dan mitigasi terhadap risiko bencana tersebut, maka tata ruang menjadi sangat penting mendapatkan perhatian serius. Ini sejalan pula yang telah ditegaskan dalam UU.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa tata ruang merupakan sebuah bentuk mitigasi nonstruktural. Maka sejatinya, Pj.Gubernur mesti  lebih cermat memerhatikan hal itu dan tak melulu mengurusi budidaya pisang, cabai dan sejenisnya. Karena, jika abai dengan kondisi tersebut, maka ancaman bencana banjir tahunan yang terus mengintai Sulawesi Selatan, bisa terjadi lebih parah serta lebih luas lagi ketimbang tahun-tahun sebelumnya.   

Pada akhirnya, komitmen dan konsistensi penyelengaraan penataan ruang yang benar, serta upaya mengarusutamakan tata ruang, sangat penting untuk diprioritaskan oleh Pj. Gubernur melalui perhatian, pengawalan dan pengawasan yang berfungsi efektif. Sehingga, risiko “bencana pembangunan” dapat dihindari, serta kesinambungan pembangunan di Sulawesi Selatan, memungkinkan untuk kita raih. Semoga!

Harian FAJAR, November 2023

Rezim Yang Ambigu dan Problem Lingkungan di Indonesia

Permasalahan lingkungan hidup, telah mendapat perhatian besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi sejak dasawarsa 1970-an setelah d...