Dalam buku “Titik
Balik Peradaban”, Fritjof Capra menyebutkan, “Pertumbuhan teknologi yang
berlebihan telah menciptakan suatu lingkungan di mana kehidupan menjadi tidak
sehat baik secara fisik maupun secara mental. Udara yang tercemar, suara yang
mengganggu, kemacetan lalu lintas, bahan pencemar kimia, bahaya radiasi, dan
banyak sumber stress fisik dan psikologis telah menjadi bagian kehidupan
sebagian besar dari kita sehari-hari. Teknologi manusia telah mengganggu
proses-proses ekologis yang menopang lingkungan alam kita dan merupakan dasar
dari eksistensi kita.”
Persoalan
lingkungan, merupakan masalah global yang memerlukan perhatian semua pihak.
Oleh karena itu, issu dan problema lingkungan tidak mungkin teratasi, tanpa
adanya pendekatan strategis yang bersifat holistik di tingkat pengambil
kebijakan, dan tersedianya solusi-solusi lokal pada tataran praktis.
Lingkungan hidup
yang bersih, air, udara dan bumi termasuk nikmat besar yang dianugerahkan Allah
SWT kepada manusia. Sayang sekali, dari hari ke hari, banyak terjadi perusakan
di atas bumi. Pada hakikatnya, kekurangan sumber air, pencemaran air, polusi
udara dan pembalakan liar menjadi kelaziman dunia industri yang menciptakan
pelbagai masalah bagi manusia masa kini. Selama beberapa abad lalu, Al-Quran
telah menyebut sebab krisis ini adalah perilaku tidak benar manusia dan
penyalahgunaan kekuatan dan wewenangnya. Dalam surah ar-Rum ayat 41 Allah SWT
berfirman, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia...”
Tugas Kosmik Manusia
Menurut Islam,
manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling baik dan paling istimewa. Tuhan
sendiri memberikan kepada manusia penghormatan dan melebihkannya atas
ciptaan-Nya yang lain. Al-Quran menyatakan hal ini dengan jelas: “Sungguh, Kami telah memuliakan anak-anak
Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari
yang baik-baik dan Kami betul-betul lebihkan mereka atas kebanyakan makhluk
Kami.” (QS. Al-Isra’ 70) Karena itu Tuhan memberikan amanat kepada manusia
sebagai wakil-Nya di muka bumi.
Dr. Nurcholish
Madjid dalam bukunya “Islam, Doktrin dan Peradaban” menulis bahwa, “Implikasi
dari kekhalifahan manusia ialah keperluannya kepada kemampuan untuk mengerti
alam (lingkungan) tempat ia hidup dan menjalankan tugasnya. Manusia memiliki
kemungkinan memahami alam ini, karena potensi akal yang dikaruniakan Tuhan
kepadanya.” Sebagai khalifah, Tuhan memberikan kebebasan untuk mengelola alam,
yang sudah dirancang dengan segenap potensi dan ketersediaan bahan-bahan yang
diperlukan, bagi kehidupan sampai hari kiamat. Pada sisi yang lain, kebebasan
tersebut adalah bermakna sebuah tanggung jawab. Artinya manusia juga
bertanggung jawab terhadap kehidupan nabati dan hewani. Atas dasar inilah,
manusia memiliki tugas dan tanggung jawab kosmik.
Islam sangat
mementingkan upaya melindungi bumi dan kekayaan umum yang ada di atas bumi. Islam
dan agama-agama Ilahi, senantiasa menekankan pentingnya rasa tanggung jawab
manusia di hadapan alam, dan menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
Karena faktor utama munculnya masalah lingkungan hidup adalah rusaknya
keseimbangan ini.
Dan karenanya, melindungi
lingkungan hidup berarti sebuah upaya untuk mencapai keseimbangan antara pemanfaatan
sumber-sumber alam dan menjaganya untuk masa depan. Ketika masalah upaya
melindungi lingkungan hidup dan manusia mulai dilupakan, baik secara individu,
organisasi dan pemerintah, maka sebesar itu pula masalah ini harus diperhatikan
pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah dan penentu kebijakan harus membatasi
aktivitas yang merusak lingkungan hidup.
Kota Berwawasan Lingkungan dan Tanggung Jawab Pemerintah
Sesungguhnya
melindungi serta memelihara kelestarian lingkungan hidup merupakan kewajiban seluruh
elemen masyarakat. Namun karena, pemerintah yang diamanatkan oleh UU. No. 26
tahun 2007 sebagai penyelenggara penataan ruang, maka ia memiliki kewenangan
yang lebih besar. Oleh sebab itu, dalam konteks penataan ruang pada wilayah
Kota Makassar, pemerintah Kota Makassar lah yang harus memikul tanggung jawab
sepenuhnya, terhadap berbagai dampak pembangunan yang mengabaikan hal ini.
Karena itu, sejatinya
setiap proyek pembangunan yang dilakukan, perlu menjadikan masalah lingkungan
hidup ini sebagai sesuatu yang menjadi prioritasnya. Dengan begitu, pemerintah
kota bertindak sebagai pengawas yang efektif, untuk mencegah terjadinya
kerusakan pada lingkungan. Bukan justru ikut ambil bagian dalam
pekerjaan-pekerjaan atau proyek-proyek yang berpotensi pada kerusakan
tersebut.
Kota Makassar
sendiri, masih dihadapkan dengan berbagai persoalan dalam kaitan ini, seperti;
Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang masih sangat minim, sanitasi dan persampahan
yang juga terkadang menimbulkan masalah, belum lagi soal reklamasi pantai yang
menjadi polemik berkepanjangan, khususnya bagi para akademisi dan aktivis
lingkungan.
Perusakan
lingkungan seringkali terjadi dengan berbagai alasan. Misalnya, untuk menarik
wisatawan serta untuk mempercantik wajah kota. Padahal, manusia tidak berhak
mengintervensi alam dengan semena-mena, termasuk dalam memanfaatkan segala
nikmat yang diberikan kepada manusia secara alami, lebih dari yang ditentukan.
Karena kerusakan lingkungan hidup, bakal merusak lingkaran kehidupan yang boleh
jadi tidak dapat kita selamatkan.
Pemerintah Kota
Makassar memiliki kewajiban dan tanggung jawab, untuk membangun dan
mengantarkan kota ini, sampai pada kondisi yang sesuai dengan harapan
masyarakat secara umum. Yakni, menjadikan Kota Makassar, sebagai kota yang
memiliki orientasi penataan ruang yang jelas, dan kota yang berwawasan
lingkungan. Sehingga, tercipta kehidupan yang nyaman serta menyehatkan bagi
warga dan masyarakatnya.
Semoga piala
Adipura dan penghargaan sebagai Kota Sehat yang pernah diraih, bukanlah wujud
penilaian yang sifatnya seremonial dan kamuflase belaka, tetapi betul-betul
merupakan kenyataan yang dapat dirasakan masyakarat Makassar secara luas. Wallahu a’lam bisshawab.
FAJAR Makassar, Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar