Selasa, 30 November 2021

Mengarusutamakan Tata Ruang (Catatan untuk Plt.Gubernur Sulsel)

Pada konteks pembangunan skala nasional, Sulawesi Selatan menduduki posisi yang penting sebagai penopang ketahanan pangan nasional. Problemnya kemudian, lumbung pangan Sulsel diperkirakan akan mengalami gangguan dan situasi sulit, karena tantangan global berupa dampak perubahan iklim (climate change) yang dihadapi dunia saat ini, sangat mungkin memberikan pengaruh yang begitu luas dalam berbagai aktivitas kehidupan. Salah satu implikasinya yang mesti diantisipasi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah ancaman bencana hidrometeorologi yang dapat terjadi.

Kepala BMKG Prof. Dwikorita Karnawati telah menyampaikan Peringatan Dini untuk Waspada akan datangnya La Nina menjelang akhir tahun ini. Berdasar kajian La Nina tahun 2020 lalu, hasil kajian BMKG menunjukkan bahwa curah hujan mengalami peningkatan pada November-Desember-Januari terutama di wilayah Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali hingga NTT, Kalimantan bagian selatan dan Sulawesi bagian selatan. Karena itu, La Nina tahun ini diprediksikan relatif sama dan akan berdampak pada peningkatan curah hujan bulanan berkisar antara 20-70 persen di atas normal.

Itu sebabnya, pemerintah daerah diingatkan agar segera bersiap untuk melakukan langkah pencegahan dan mitigasi terhadap peningkatan potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan banjir bandang. Berkaitan dengan pencegahan dan mitigasi terhadap risiko bencana tersebut, maka tata ruang menjadi sangat penting mendapatkan perhatian lebih. Seperti diketahui, tata ruang adalah sebuah bentuk mitigasi nonstruktural yang disebutkan dalam UU.24 Tahun 2007 mengenai Penanggulangan Bencana.

Karenanya, sekaitan dengan Hari Tata Ruang Nasional yang diperingati pada 8 November 2021 lalu, saya bermaksud menyampaikan beberapa catatan untuk Plt.Gubernur Sulawesi Selatan Bapak Andi Sudirman Sulaiman, mengenai beberapa hal terkait bidang tata ruang, yang mesti menjadi perhatian serius, antara lain:

Pertama, UU.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah menyebutkan bahwa penataan ruang merupakan salah satu urusan pemerintahan bersifat wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Dengan begitu, Pemprov Sulsel harus konsisten mengarusutamakan tata ruang sebagai “panglima pembangunan” atau “pedoman pembangunan”, agar tidak ada lagi proyek pembangunan dilaksanakan tanpa berbasis perencanaan. Selama ini, dokumen tata ruang seakan hanya jadi tumpukan kertas di instansi-instansi terkait, yang seringkali diabaikan dan dilanggar. Sebab, tidak jarang rencana tata ruang harus diubah atau direvisi hanya untuk mengakomodasi dan mewujudkan visi, misi dan janji-janji kampanye kepala daerah saat berkontestasi dalam pilkada. Hal semacam itu merupakan preseden yang sangat buruk dalam dunia perencanaan, di mana tata ruang sebagai pedoman pembangunan mesti menyerah pada kepentingan kekuasaan.

Kedua, dalam regulasi tata ruang disebutkan bahwa pengaturan penataan ruang dilakukan untuk mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang serta mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan. Namun faktanya, pelanggaran tata ruang dan ketidakadilan dalam pemanfaatan ruang, masih saja terus terjadi. Pemilik modal dengan kekuatan kapitalnya, sangat mudah menguasai ruang-ruang strategis bahkan tak jarang menggunakannya tidak sesuai peruntukan. Sementara kaum marginal semakin terpinggirkan karena tidak punya kuasa dalam penguasaan ruang. Oleh sebab itu, pemerintah harus mampu menunjukkan upaya konkret dalam meretas persoalan ini.

Ketiga, Pemprov perlu melakukan langkah-langkah progresif dan strategis, terutama dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan penataan ruang. Sebab, aspek inilah yang sangat lemah dijalankan dari keseluruhan proses penyelenggaraan penataan ruang, sehingga pelanggaran tata ruang terus berlangsung. Dalam Permendagri No.115 tahun 2017 mengenai Mekanisme Pengendalian Pemanfaatan Ruang Daerah, dinyatakan bahwa Gubernur bertanggung jawab terhadap pengendalian pemanfaatan ruang di daerah provinsi sesuai dengan kewenangannya. Dengan demikian, kepala daerah harus memastikan tidak terjadi pelanggaran tata ruang, agar tertib tata ruang dapat terwujud. Sekadar mengingatkan saja, RPJPD Sulawesi Selatan 2005-2025, dengan jelas menyebutkan kalau masih terjadi inkonsistensi terhadap penegakan Perda RTRW. Hal senada juga tertuang dalam Perda No.1 Tahun 2019 RPJMD Sulsel 2018-2023, yang menyatakan bahwa ketaatan pada RTRW masih rendah. Ini dikarenakan beberapa hal, yaitu; Rencana Tata Ruang (RTR) belum dijadikan sebagai acuan pelaksanaan pembangunan, belum terintegrasinya program prioritas RTR dalam dokumen perencanaan daerah serta belum optimalnya pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang. Kondisi ini, mengkorfimasi adanya kecenderungan pengabaian tata ruang yang sudah puluhan tahun. Dengan demikian, maka pengawasan penataan ruang mesti dioptimalkan demi menjamin terlaksananya penegakan hukum bidang penataan ruang serta juga  untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang.

Keempat, membuktikan implementasi pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang, benar-benar terwujud. Tidak hanya sebatas norma yang tertera dalam berbagai regulasi penataan ruang. Konsultasi publik pada produk rencana tata ruang selama ini yang sifatnya formalitas dan seremonial harus diubah. Perlu dibuat lebih terbuka agar dapat mengakomodasi berbagai pandangan dan masukan dari berbagai lapisan masyarakat. Sehingga produk tata ruang yang dihasilkan tidak menjadi produk elit melainkan sebagai produk kesepakatan bersama dari berbagai kalangan dan stakeholder demi terciptanya tata ruang yang manusiawi dan berkeadilan.

Kelima, memastikan sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) tentang tata ruang dan penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat, sungguh-sungguh terlaksana  serta terkawal secara baik. Karena sampai hari ini, proses tersebut belum pernah berjalan secara efektif. Akibatnya, masyarakat seringkali jadi korban dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, karena ketidaktahuannya akan informasi tata ruang.  

Pada akhirnya, dengan komitmen dan konsistensi penyelengaraan tata ruang yang benar serta upaya mengarusutamakan tata ruang, saya berharap akan dapat mencegah atau paling tidak meminimalisir dampak risiko dari bencana hidrometeorologi yang akan terjadi dan terus mengintai. Semoga!

Harian Rakyat Sulsel, November 2021

Rezim Yang Ambigu dan Problem Lingkungan di Indonesia

Permasalahan lingkungan hidup, telah mendapat perhatian besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi sejak dasawarsa 1970-an setelah d...