Sabtu, 12 Januari 2019

Benarkah RTRW Hambat Pembangunan?


Dalam “IAP Newsletter” edisi Februari 2017, disebutkan bahwa permasalahan kota-kota dan daerah di Indonesia, sebetulnya dapat diselesaikan melalui penataan ruang yang lebih baik. Hanya saja, meski sudah banyak yang sependapat dengan hal ini, tetapi tidak semua kepala daerah memiliki pemahaman yang baik soal tata ruang. Seperti yang kita ketahui, masih banyak kepala daerah yang belum mengenal konsep pembangunan perkotaan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Kebanyakan dari mereka melakukan pembangunan tanpa ada perencanaan ke depannya, padahal untuk menciptakan kota yang nyaman, penataan kota semestinya direncanakan secara matang serta memiliki landasan konseptual yang jelas. Sayangnya, yang terjadi di daerah-daerah di Indonesia justru sebaliknya, penataan kota cenderung prematur, terkesan praktis dan tanpa konsep yang jelas.
Apa yang diutarakan di atas, mungkin sejalan dengan pemberitaan pada Harian FAJAR 13 Maret 2017, yang memuat tentang pernyataan Bupati Enrekang mengenai Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang dianggapnya menghambat pembangunan. Hal itu disebabkan, karena ada sebuah kawasan yang dianggap oleh sang bupati merupakan potensi yang dapat menumbuhkan iklim investasi dan perekonomian di daerahnya, dengan adanya potensi tambang di situ. Sementara pada sisi lain, kawasan yang dimaksud termasuk dalam wilayah kawasan lindung dan rawan bencana dalam RTRW daerahnya. Saya lalu bertanya-tanya, mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah tidak terjadi sinkronisasi antara kebijakan pembangunan dan kebijakan spasial? Bukankah penataan ruang itu adalah salah satu rujukan utama dalam pembangunan berkelanjutan? Boleh jadi, hal semacam ini banyak terjadi di berbagai tempat, di mana pemerintah daerah terkadang tidak menempatkan produk tata ruang pada proporsinya. 
Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), sebagai asosiasi para Perencana (Planner) sudah berulangkali menyerukan dan menyampaikan agar pemerintah tidak mengabaikan rencana tata ruang yang ada, bahkan menjadikannya sebagai matra spasial pembangunan, sehingga kita tidak menemukan lagi kebijakan pembangunan yang tidak memperhatikan kebijakan tata ruang yang sudah ada. Dengan kata lain, pemerintah dalam melakukan proses pembangunan harus mengikuti ketentuan yang ada dalam rencana tata ruang, yang merupakan hasil rumusan bersama dalam memanfaatkan ruang, demi terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.
Adalah suatu hal yang logis, bila penataan ruang dijadikan sebagai piranti pembangunan berkelanjutan. Sebab, penataan ruang dibuat dalam rangka menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang. Maka tak pelak lagi, rencana tata ruang disusun dengan perspektif menuju ke keadaan pada masa depan yang diharapkan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah terkait pembangunan yang dilakukan, antara lain :
  •  Perda RTRW adalah salah satu kebijakan dari Pemerintah Daerah, oleh sebab itu adalah sebuah hal yang ironis dan tidak dapat diterima,  bila Pemda menganggap Perda tersebut menghambat pembangunan, padahal yang menyusun dan mengajukan dokumen RTRW untuk diperdakan adalah Pemda sendiri.
  • Tidak dapat dipungkiri, bahwa Pemda seringkali menghadapi dilema dalam melakukan proses pembangunan di daerahnya. Tidak jarang dihadapkan pada pilihan kondisi antara melakukan pertumbuhan pembangunan atau menjaga pelestarian lingkungan. Karenanya, pemerintah daerah mesti bersikap bijak dan konsisten dengan regulasi yang telah ada, sehingga tidak menyebabkan terjadinya problematika pemanfaatan ruang. Kepala Pusat Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Universitas Bosowa Makassar, Dr. Syafri, ST, M.Si dalam komentarnya pada buku “Menjadi Seorang Planolog” menyebutkan bahwa yang disayangkan dan menjadi kekhawatiran, adalah  tekanan pembangunan di daerah saat ini, sering kali berujung pada target peningkatan pendapatan daerah semata, membuat cara pandang secara mainstream bagi pembangunan di daerah, semakin tunduk pada kaidah-kaidah ekonomi yang kontra produktif, ketimbang menjalankan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
  • Dalam melakukan percepatan pembangunan, pemerintah daerah sudah tidak semestinya menempuh jalan pintas dan menabrak kebijakan serta regulasi lainnya yang terkait. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan good governance harus tetap menjadi prioritas dalam merancang serta merencanakan agenda pembangunan. Dan pada konteks ini, RTRW memegang peran yang sangat penting mewujudkan kebijakan-kebijakan pembangunan tersebut.
Paradoks pembangunan pada waktu yang akan datang, sudah sepatutnya untuk dihindari. Oleh karena itu, upaya sinkronisasi, keterpaduan dan keselarasan, dengan cara mengintegrasikan berbagai kebijakan pembangunan dengan kebijakan spasial, mutlak harus dilakukan. Sebab, lewat cara seperti itulah harmonisasi dapat tercipta, sehingga upaya percepatan pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintah daerah tetap dapat berjalan dengan semestinya. Dengan begitu, maka tujuan dari pembangunan dan penataan ruang bisa terwujud dan dirasakan bersama, yaitu untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. Wallahu a’lam bisshawab.
FAJAR Makassar, April 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rezim Yang Ambigu dan Problem Lingkungan di Indonesia

Permasalahan lingkungan hidup, telah mendapat perhatian besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi sejak dasawarsa 1970-an setelah d...