Selasa, 29 Januari 2019

Pilkada dan Pembangunan Berkelanjutan (Sebuah Catatan untuk KPU Sulawesi Selatan)

Kurang setahun dari sekarang, kita akan menyaksikan kembali gelaran pemilihan kepala daerah atau Pilkada secara serentak. Aromanya pun sudah sangat terasa saat ini. Setiap pelaksanaan pilkada, masyarakat tentu menginginkan munculnya pemimpin-pemimpin daerah yang dapat memberikan harapan akan perubahan, perbaikan serta kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan yang berlangsung di daerahnya. Namun, yang terjadi selama ini, alih-alih mewujudkan berbagai harapan masyarakat, justru yang seringkali dirasakan adalah setiap kali pilkada usai, selalu saja menyisakan berbagai persoalan di bidang pembangunan.
Hajatan pemilu atau pilkada, yang merupakan media untuk menyalurkan hak-hak politik masyarakat, menjadi tahapan yang menentukan kelangsungan pemerintahan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Proses tersebut, tidak hanya melahirkan pemimpin dan kepala daerah yang akan menakhodai sebuah pemerintahan, tetapi juga sangat penting untuk memastikan jalannya roda pembangunan daerah ke arah yang diinginkan.
Pada dimensi yang lain, dalam beberapa dekade belakangan ini, pembangunan selalu diarahkan pada upaya keberlangsungan dan keberlanjutannya. Kini, ramai digaungkan istilah sustainable development atau pembangunan berkelanjutan. Pada September 2015, bertempat di Markas PBB New York Amerika Serikat, dilakukan pengesahan dokumen Sustainable Development Goals (SDGs), yang dihadiri perwakilan dari 193 negara. Terkait dengan hal itu, untuk menindaklanjuti pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs)/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, maka pada 4 Juli 2017,  Presiden RI menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). 
Pertanyaan kemudian, apakah dengan regulasi yang baru tersebut, sudah dapat memberikan jaminan tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)? Lantas, di mana kaitan antara proses Pilkada dengan Pembangunan Berkelanjutan yang akan dicapai? Apakah partai politik dan calon kepala daerah pada setiap pelaksanaan pilkada, memiliki orientasi terhadap pembangunan berkelanjutan atau hanya semata-mata mengejar kemenangan dalam kontestasi tersebut? Sejumlah pertanyaan ini, perlu kita pikirkan bersama dalam rangka menciptakan pilkada yang lebih berkualitas serta arah pembangunan yang lebih jelas.
Setelah mencermati proses pemilu dan pilkada yang telah berlangsung selama ini, terkhusus di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, tampaknya masih ada sejumlah persoalan yang mesti dibenahi, demi mewujudkan jalannya roda pemerintahan dan pembangunan secara baik dan benar. Beberapa hal yang perlu kita cermati secara bersama antara lain :
Pertama, Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang kita harapkan bersama, akan sangat sulit terwujud, disebabkan karena sinkronisasi dari rumusan pembangunan yang dibuat oleh kepala daerah, seringkali tidak dilakukan.
Kedua, Perumusan visi-misi calon kepala daerah, mayoritas tidak sejalan dengan visi-misi daerah yang akan dipimpinnya. Akibat dari hal tersebut, maka yang terjadi berikutnya adalah calon kepala daerah yang mengikuti kontestasi pemilu, hanya mengumbar janji-janji yang kurang realistis, di mana pada dasarnya akan sulit diimplementasikan, sebab tidak sesuai dengan rumusan rencana pembangunan yang sudah ada. Dan hal ini tentu tidak baik dalam proses demokrasi yang sementara kita bangun bersama.  
Ketiga, Masih kurangnya pemahaman bagi setiap pasangan calon, bahwa dalam merumuskan tahapan pembangunan yang ingin ditawarkan, haruslah berlandaskan pada pedoman yang jelas dan sudah tersedia.  
Keempat, Kerancuan-kerancauan yang telah terjadi ini, tidak boleh dibiarkan berlangsung secara terus menerus, karena akan berdampak pada proses pembangunan secara keseluruhan.
Dengan memperhatikan hal di atas, maka diperlukan instrumen yang dapat memastikan terkawalnya pelaksanaan pembangunan secara berkelanjutan. Pada konteks ini, KPU sebagai penyelenggara pemilu atau pilkada, memiliki peran yang sangat penting dan krusial. Selama ini, KPU boleh jadi belum menjadikan perhatian dan prioritas pada sinkronisasi dan penyelarasan rumusan visi-misi setiap calon kepala daerah, dengan kebijakan pembangunan serta kebijakan spasial yang ada pada daerah yang bersangkutan.  Sinkronisasi tersebut menjadi sangat penting, sebab rumusan visi-misi dari calon terpilih, akan dijadikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), yang selanjutnya menjadi Peraturan Daerah (Perda). Karena itulah, dalam PP No.59 Tahun 2017 tersebut,  dinyatakan perlunya penyelarasan antara Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Terkait itu, maka penulis selaku Pengurus Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Sulawesi Selatan, sebagai bagian dari komponen masyarakat yang berkeinginan turut serta berkontribusi dalam proses pemilu dan pilkada di daerah ini, ingin mengajukan usulan dan masukan kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan, selaku penyelenggara pesta demokrasi, agar dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada waktu mendatang, untuk menambahkan aturan  KPU, yang menjadikan RPJPD dan RTRW sebagai rujukan utama dan syarat  bagi setiap kontestan, dalam merumuskan visi dan misi calon kepala daerah. Karena tanpa hal tersebut, maka pembangunan berkelanjutan seperti yang diharapkan, hanya sebatas slogan dan mustahil dapat dicapai.
FAJAR Makassar, Juli 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rezim Yang Ambigu dan Problem Lingkungan di Indonesia

Permasalahan lingkungan hidup, telah mendapat perhatian besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi sejak dasawarsa 1970-an setelah d...