Kurang
setahun dari sekarang, kita akan menyaksikan kembali gelaran pemilihan kepala
daerah atau Pilkada secara serentak. Aromanya pun sudah sangat terasa saat ini.
Setiap pelaksanaan pilkada, masyarakat tentu menginginkan munculnya pemimpin-pemimpin
daerah yang dapat memberikan harapan akan perubahan, perbaikan serta kemajuan
dalam berbagai aspek kehidupan yang berlangsung di daerahnya. Namun, yang
terjadi selama ini, alih-alih mewujudkan berbagai harapan masyarakat, justru
yang seringkali dirasakan adalah setiap kali pilkada usai, selalu saja menyisakan
berbagai persoalan di bidang pembangunan.
Hajatan
pemilu atau pilkada, yang merupakan media untuk menyalurkan hak-hak politik
masyarakat, menjadi tahapan yang menentukan kelangsungan pemerintahan dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa. Proses tersebut, tidak hanya melahirkan pemimpin dan
kepala daerah yang akan menakhodai sebuah pemerintahan, tetapi juga sangat
penting untuk memastikan jalannya roda pembangunan daerah ke arah yang
diinginkan.
Pada dimensi
yang lain, dalam beberapa dekade belakangan ini, pembangunan selalu diarahkan
pada upaya keberlangsungan dan keberlanjutannya. Kini, ramai digaungkan istilah
sustainable development atau
pembangunan berkelanjutan. Pada September 2015, bertempat di Markas PBB New
York Amerika Serikat, dilakukan pengesahan dokumen Sustainable Development Goals (SDGs), yang dihadiri perwakilan dari
193 negara. Terkait dengan hal itu, untuk menindaklanjuti pencapaian Sustainable Development Goals
(SDGs)/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, maka pada 4 Juli 2017, Presiden RI menandatangani Peraturan Presiden
(Perpres) No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (TPB).
Pertanyaan
kemudian, apakah dengan regulasi yang baru tersebut, sudah dapat memberikan
jaminan tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)? Lantas, di mana
kaitan antara proses Pilkada dengan Pembangunan Berkelanjutan yang akan
dicapai? Apakah partai politik dan calon kepala daerah pada setiap pelaksanaan
pilkada, memiliki orientasi terhadap pembangunan berkelanjutan atau hanya
semata-mata mengejar kemenangan dalam kontestasi tersebut? Sejumlah pertanyaan ini,
perlu kita pikirkan bersama dalam rangka menciptakan pilkada yang lebih
berkualitas serta arah pembangunan yang lebih jelas.
Setelah
mencermati proses pemilu dan pilkada yang telah berlangsung selama ini,
terkhusus di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, tampaknya masih ada sejumlah
persoalan yang mesti dibenahi, demi mewujudkan jalannya roda pemerintahan dan
pembangunan secara baik dan benar. Beberapa hal yang perlu kita cermati secara
bersama antara lain :
Pertama, Pembangunan
berkelanjutan (sustainable development)
yang kita harapkan bersama, akan sangat sulit terwujud, disebabkan karena
sinkronisasi dari rumusan pembangunan yang dibuat oleh kepala daerah,
seringkali tidak dilakukan.
Kedua, Perumusan
visi-misi calon kepala daerah, mayoritas tidak sejalan dengan visi-misi daerah
yang akan dipimpinnya. Akibat dari hal tersebut, maka yang terjadi berikutnya
adalah calon kepala daerah yang mengikuti kontestasi pemilu, hanya mengumbar
janji-janji yang kurang realistis, di mana pada dasarnya akan sulit diimplementasikan,
sebab tidak sesuai dengan rumusan rencana pembangunan yang sudah ada. Dan hal
ini tentu tidak baik dalam proses demokrasi yang sementara kita bangun
bersama.
Ketiga, Masih
kurangnya pemahaman bagi setiap pasangan calon, bahwa dalam merumuskan tahapan
pembangunan yang ingin ditawarkan, haruslah berlandaskan pada pedoman yang
jelas dan sudah tersedia.
Keempat, Kerancuan-kerancauan
yang telah terjadi ini, tidak boleh dibiarkan berlangsung secara terus menerus,
karena akan berdampak pada proses pembangunan secara keseluruhan.
Dengan memperhatikan
hal di atas, maka diperlukan instrumen yang dapat memastikan terkawalnya
pelaksanaan pembangunan secara berkelanjutan. Pada konteks ini, KPU sebagai
penyelenggara pemilu atau pilkada, memiliki peran yang sangat penting dan
krusial. Selama ini, KPU boleh jadi belum menjadikan perhatian dan prioritas
pada sinkronisasi dan penyelarasan rumusan visi-misi setiap calon kepala
daerah, dengan kebijakan pembangunan serta kebijakan spasial yang ada pada
daerah yang bersangkutan. Sinkronisasi
tersebut menjadi sangat penting, sebab rumusan visi-misi dari calon terpilih,
akan dijadikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), yang
selanjutnya menjadi Peraturan Daerah (Perda). Karena itulah, dalam PP No.59
Tahun 2017 tersebut, dinyatakan perlunya
penyelarasan antara Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Terkait itu,
maka penulis selaku Pengurus Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Sulawesi
Selatan, sebagai bagian dari komponen masyarakat yang berkeinginan turut serta
berkontribusi dalam proses pemilu dan pilkada di daerah ini, ingin mengajukan
usulan dan masukan kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi
Sulawesi Selatan, selaku penyelenggara pesta demokrasi, agar dalam pelaksanaan
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada waktu mendatang, untuk menambahkan aturan KPU, yang menjadikan RPJPD dan RTRW sebagai rujukan
utama dan syarat bagi setiap kontestan,
dalam merumuskan visi dan misi calon kepala daerah. Karena tanpa hal tersebut,
maka pembangunan berkelanjutan seperti yang diharapkan, hanya sebatas slogan
dan mustahil dapat dicapai.
FAJAR Makassar, Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar