Dalam beberapa waktu belakangan ini, perkembangan kota-kota di
Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal itu disebabkan karena
kota-kota menjelma jadi pusat-pusat segala kegiatan. Kondisi tersebut dipercepat
paling tidak oleh dua faktor, yaitu aspek kependudukan dan aspek
kegiatan/aktivitas perkotaan (sosial ekonomi). Perkembangan kedua faktor tersebut
menyebabkan berkembangnya faktor-faktor lain sebagai ikutannya, seperti
meningkatnya kebutuhan perumahan, fasilitas dan utilitas kota, transportasi dan
lalu lintas , komunikasi dan hubungan fungsional antar kota tersebut dengan
kota-kota serta daerah lainnya.
Pada kondisi seperti itu, problem mendasar yang akan timbul adalah
bahwa dengan perkembangan yang dialami suatu kota akan disusul oleh makin
bertambahnya kebutuhan ruang guna menampung lebih banyak kegiatan-kegiatan
serta fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh penduduk/masyarakat dalam
melaksanakan kegiatan hidupnya. Dalam konteks ini, membangun perkotaan menjadi
upaya yang mesti dilakukan, dengan tidak mengabaikan aspek pemanfaatan ruang
yang telah direncanakan.
Dalam Proceeding
‘Penataan Kota Memasuki Milenium Ketiga’, disebutkan di sana beberapa peranan
mendasar dari perkotaan yang perlu jadi bahan pertimbangan dalam upaya
pembangunan perkotaan, antara lain :
Pertama, Perkotaan
harus menjadi pusat peradaban. Dengan begitu perkotaan diharapkan berperan
dalam mewujudkan masyarakat yang lebih berkualitas, lebih beradab dan mandiri.
Salah satu peran utama pengembangan perkotaan adalah untuk menciptakan suasana
kehidupan yang mendukung terciptanya masyarakat madani. Perkotaan mesti menjadi
persemaian bagi berkembangnya manusia dan kelompok-kelompok masyarakat yang
berbudaya, beradab dan berkualitas.
Kedua, Peranan
perkotaan dalam menciptakan keseimbangan lingkungan dan menciptakan kualitas
lingkungan hidup perkotaan. Pembangunan perkotaan yang berwawasan lingkungan
merupakan salah satu ciri yang semakin dituntut dalam perkembangan saat ini dan
juga pada masa yang akan datang.
Ketiga, Peranan
perkotaan dalam upaya penguatan ekonomi nasional dan daerah. Dalam kaitan ini,
perlu dikembangkan sebagai pusat lahirnya peningkatan produktivitas, efisiensi
dan inovasi, yang menjadi sumber utama bagi perkembangan ekonomi di setiap
masyarakat modern.
Keempat, Peranan
perkotaan dalam mewujudkan desentralisasi dan otonomi yang bertanggung jawab.
Bila pengembangan perkotaan dapat dikelola secara efisien dan efektif, maka
banyak sumber daya nasional dan daerah
yang dapat dihemat dan dimanfaatkan secara optimal. Inti dari pengembangan
perkotaan yang demikian adalah berfungsinya sistem pemerintahan kota yang baik
yang bertumpu pada terciptanya pola kebijakan pembangunan perkotaan yang jelas,
tersedianya mekanisme, proses dan prosedur pembangunan perkotaan yang
transparan, terwujudnya pendekatan pembangunan yang partisipatif yang
melibatkan berbagai pelaku (stake holders)
serta pelaksanaan pembanguna perkotaan yang konsisten, termasuk penegakan
peraturannya.
Kelima, Peranan
perkotaan dalam meningkatkan keterkaitan yang saling menguntungkan antar
daerah, wilayah, bangsa dan negara. Oleh karena, peranan perkotaan dalam era
globalisasi akan sangat menonjol, disebabkan perkotaan merupakan simpul-simpul
utama dalam jaringan global kegiatan ekonomi, sosial, politik dan budaya.
Bagaimana
Pembangunan Ruang Perkotaan Makassar?
Di dalam penataan ruang, selain perencanaan, maka salah satu
tahapan yang paling krusial adalah berkaitan dengan pemanfaatan ruang. Mengapa?
Karena bahagian ini bisa dikatakan sebagai tahap implementasi dari sebuah
rencana. Untuk konteks pembangunan kota Makassar, dalam kaitannya dengan
masalah pemanfaatan ruang, maka masih menyisakan berbagai persoalan. Di
antaranya sebut saja, kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) sebanyak 30% yang tak
kunjung dapat dicapai hingga sekarang. Ini menyebabkan kualitas udara dan
lingkungan perkotaan akan mengalami penurunan yang signifikan. Begitu pula apa
yang dikeluhkan oleh Pemkot Makassar sendiri beberapa waktu lalu, dengan
hilangnya sejumlah fasum dan fasos yang berada dalam kewenangannya. Belum lagi
di beberapa tempat, yang menunjukkan adanya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan peruntukan dan penggunaannya, dan masih maraknya fungsi pergudangan
dalam kota serta berbagai persoalan lainnya.
Dari
sebagian kecil masalah pemanfaatan ruang kota yang disebutkan, maka menurut
hemat penulis, hal itu terjadi disebabkan paling tidak dua hal. Pertama, Optimalisasi kelima peranan dasar perkotaan
seperti diuraikan di atas, tidak sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah kota
Makassar. Akibatnya, pembangunan perkotaan seperti kehilangan arah dan
orientasinya, karena kota dibangun hanya untuk mewujudkan mimpi-mimpi, obsesi
dan prestise yang ingin diraih penguasanya. Kedua, Pemanfaatan dan
penggunaan ruang dalam proses pembangunan perkotaan, seringkali hanya
ditentukan oleh penguasa dan pengusaha. Sehingga menguntungkan sekelompok orang
dan memarginalkan kelompok masyarakat lainnya. Hal ini tentu saja tidak sejalan
dengan asas ‘keterbukaan’ dan ‘perlindungan kepentingan umum’ yang tertuang
dalam UU. No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Asas “keterbukaan” tersebut dimaknai
bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan
dengan penataan ruang. Sementara yang dimaksud dengan “perlindungan kepentingan
umum” adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan
kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Oleh sebab itu, saatnya kita berharap
pemerintah kota Makassar, dalam melaksanakan pembangunan perkotaan yang terkait
dengan pemanfaatan ruang, tetap merujuk
dan mengacu pada fungsi ruang yang telah ditetapkan dalam rencana tata
ruang. Dengan demikian, salah satu tujuan dari penataan ruang, yakni terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang dapat
tercapai. Wallahu a’lam bisshawab.
FAJAR Makassar, Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar