Minggu, 10 Februari 2019

TATA RUANG, TAK PERLUKAH DIPRIORITASKAN? (Catatan untuk Pemimpin Baru Sulawesi Selatan)


Provinsi Sulawesi Selatan, belum lama ini telah memiliki pemimpin baru, sekaligus  memperingati hari jadinya ke-349. Adalah Prof.Dr.Ir. H.M. Nurdin Abdullah, M.Agr dan Andi Sudirman Sulaiman, ST yang resmi memimpin pemerintahan Sulawesi Selatan untuk periode 2018-2023. Pasangan ini mengusung Visi, “Sulawesi Selatan yang inovatif, produktif, kompetitif, inklusif dan berkarakter.” Misinya, Pertama, terwujudnya pemerintahan yang bersih, melayani, dan akuntabel. Kedua, mengoptimalkan Sulsel sehat dan cerdas. Ketiga, mendorong perwujudan Sulsel terkoneksi. Keempat, mendorong perwujudan Sulsel mandiri dan sejahtera. Kelima, mengarahkan perwujudan Sulsel berkepribadian.
Adapun 5 Program Nyata yang dicanangkan adalah: 1). Pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui hilirisasi komoditas Sulawesi Selatan 2). Pembangunan infrastruktur yang menjangkau masyarakat desa terpencil 3). Rumah sakit regional di enam wilayah dan ambulans siaga 4). Birokrasi anti korupsi dan pendidikan masyarakat madani 5). Destinasi wisata andalan berkualitas internasional.
Dari visi, misi dan program yang begitu prestisius tersebut, saya tidak melihat di dalamnya menyinggung satu hal yang sangat penting, yang mesti menjadi perhatian bagi penyelenggara pemerintahan, dalam proses pembangunan sebuah daerah. Yakni perihal bidang tata ruang. Padahal bidang tersebut, termasuk urusan pemerintahan wajib yang terkait pelayanan dasar, seperti tertuang dalam UU. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu, tulisan ini dimaksudkan sebagai catatan ringan bagi pemimpin baru Sulawesi Selatan yang menakhodai daerah ini untuk beberapa waktu ke depan.
Instrumen Penting
Sebuah keniscayaan bahwa pembangunan akan terus berlangsung, sesuai dengan kebutuhan serta pertumbuhan penduduk yang terjadi. Namun, pembangunan tidak bisa dilakukan semau penguasa dan dibiarkan berjalan sendiri. Oleh karenanya, rencana penataan ruang mesti disusun untuk dijadikan sebagai acuan dalam pembangunan.
Ironisnya, bidang tata ruanglah yang seringkali diabaikan dalam proses pembangunan. Meski UU.No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, telah menyebutkan dengan jelas bahwa kewenangan penyelenggaraan penataan ruang ada pada pemerintah atau pemerintah daerah. Namun, masih ada saja kepala daerah yang tidak serius menjadikan tata ruang sebagai pedoman dalam pembangunan daerahnya. 
Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), sudah berulangkali menyerukan dan menyampaikan, agar pemerintah tidak mengabaikan rencana tata ruang yang ada, bahkan menjadikannya sebagai matra spasial pembangunan. Jika demikian, kita tidak temukan lagi kebijakan pembangunan yang tidak memperhatikan kebijakan tata ruang yang sudah ada. Dengan kata lain, pemerintah dalam melakukan proses pembangunan harus mengikuti ketentuan yang ada dalam rencana tata ruang. Jangan sampai nanti terjadi bencana atau problematika ruang, barulah pemerintah daerah menyoal tata ruang.
Integrasi antara pembangunan dengan tata ruang, merupakan kata kunci yang mesti dilakukan setiap kepala daerah. Berbagai regulasi telah mengatur hal tersebut. Karenanya, menjadi pertanyaan besarnya, mengapa bidang tata ruang ini tidak menjadi sebuah prioritas yang perlu dibenahi. Apakah dianggap sudah tertangani dan telah berjalan dengan baik?
Padahal, jika kita perhatikan Perpres No.2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019, ada tiga isu strategis bidang penataan ruang, yang penting dicermati, yaitu; RTRW belum dijadikan sebagai acuan pembangunan sektor, belum efektifnya kelembagaan penataan ruang dan belum efektifnya pengendalian pemanfaatan ruang.
Dalam Perda No.7 Tahun 2015 tentang RPJPD Provinsi Sulawesi Selatan 2008-2028 pun, disebutkan kalau tata ruang masuk bagian isu-isu strategis, baik secara nasional maupun daerah. Semua itu dikarenakan, tata ruang masih menyisakan sejumlah masalah yang butuh penanganan.
Sistem Perencanaan Pembangunan dan Sistem Perencanaan Tata Ruang (Spasial) adalah dua hal mendasar yang perlu disinkronisasi dalam penyelenggaraan pembangunan sebuah daerah. Permendagri No.86 tahun 2017 menyebut beberapa pendekatan dalam perencanaan pembangunan daerah yang berorientasi pada substansi.
Salah satunya adalah pendekatan spasial, yang dilakukan dengan mempertimbangkan dimensi keruangan dalam perencanaan. Hal ini penting dipahami setiap kepala daerah, dalam kedudukannya sebagai penyelenggara penataan ruang.
Sebagai ilustrasi, dalam Permendagri No.115 tahun 2017 mengenai Mekanisme Pengendalian Pemanfaatan Ruang Daerah, dinyatakan bahwa Gubernur bertanggung jawab terhadap pengendalian pemanfaatan ruang di daerah provinsi sesuai dengan kewenangannya.
Dengan demikian, kepala daerah harus memastikan tidak terjadi pelanggaran tata ruang, agar tertib tata ruang dapat terwujud. Pasal 37 ayat 7 dalam UU.Penataan Ruang menegaskan; setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang, dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Artinya, izin pemanfaatan ruang harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang (izin lingkungan dan pembangunan fisik). Terbongkarnya kasus suap megaproyek Meikarta beberapa waktu lalu, diduga kuat menyangkut penyalahgunaan kewenangan pemerintah daerah, terkait izin pemanfaatan ruang. Pada konteks kasus ini, tata ruang berubah menjadi ‘tata uang’.
Dari sekelumit gambaran di atas, maka mestinya bidang tata ruang dijadikan salah satu prioritas utama yang perlu menjadi perhatian pemimpin Sulawesi Selatan yang baru. Pertanyaan krusialnya, apakah 5 program nyata yang telah dicetuskan, sudah terkoneksi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan?
Lalu, bagaimana model sinkronisasi yang akan dilakukan dengan RTRW Kabupaten/Kota, di mana program-program tersebut akan dialokasikan? Mengapa? Karena dalam RPJPD Sulawesi Selatan sendiri, disebutkan bahwa masih terjadi inkonsistensi terhadap penegakan peraturan daerah mengenai rencana tata ruang wilayah.
Jika seperti itu kenyataannya, mestikah produk tata ruang (RTRW) yang telah menjadi instrumen pembangunan daerah, akan tunduk kepada keinginan kepala daerah? Ataukah program-program dari kepala daerahlah yang harus diselaraskan dengan tata ruang yang sudah dirumuskan lebih awal. Terkait hal ini DPRD Sulsel perlu mencermatinya pada pembahasan RPJMD Pemprov mendatang. Pemimpin baru boleh saja merumuskan program baru yang menjadi obsesinya. Namun tak elok bila mengabaikan bidang tata ruang yang sangat urgen. Benjamin Franklin mendakukan “If you fail to plan, you are planning to fail.” Kalau Anda salah dalam perencanaan, berarti Anda merencanakan kesalahan. Wallahu a’lam bisshawab.   
Tribun Timur Makassar, Oktober 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rezim Yang Ambigu dan Problem Lingkungan di Indonesia

Permasalahan lingkungan hidup, telah mendapat perhatian besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi sejak dasawarsa 1970-an setelah d...