Sabtu, 11 Juni 2022

SATUPENA Sulsel: Ikhtiar untuk Kebangkitan Kembali Gerakan Literasi Sulawesi Selatan

“Membaca untuk mengenal dunia dan menulislah agar dikenal dunia.”

 “Sesungguhnya tulisan itu abadi. Tulislah sesuatu yang akan

  membahagiakanmu di akhirat kelak.”

 (Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw)

  

Kutipan di atas adalah ungkapan Sang Pintu Kota Ilmu Nabi, Penghulu para Sufi dan Kaum Arif, yang secara implisit nan lugas menggambarkan betapa aktivitas literasi, begitu sangat penting dalam memajukan serta mengembangkan sebuah peradaban. Literasi, pada dasarnya merupakan cara manusia membaca peradaban. Maka wajarlah kemudian, jika tingkat literasi akan sangat menentukan kemajuan peradaban sebuah negeri.  Sayangnya, kebijakan di negeri ini, masih sangat minim dalam memfasilitasi terciptanya ruang-ruang publik untuk tumbuhnya tradisi literasi yang dinamis. Komunitas literasi dan para pegiatnya sudah saatnya berpikir lebih strategis untuk berkontribusi mengambil bagian dalam memajukan bangsa ini.

Sekaitan itu, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia-SATUPENA Denny JA, saat berbincang dengan Pegiat Literasi, Jurnalis dan Mantan Ketua Ikapi Sulsel Andi Wanua Tangke, menyampaikan pemikiran dan obsesinya dengan mengatakan bahwa, “SATUPENA harus berperan menjadikan Indonesia sebagai Negara Literasi. Ruang publik negeri ini tidak boleh hanya didominasi isu politik dan ekonomi, tapi juga harus diwarnai dengan konten-konten karya sastra dan kegiatan yang berdimensi kebudayaan.”  Ini hal menarik, sebab kendatipun dimaknai semacam harapan yang ingin beliau wujudkan selaku pimpinan organisasi penulis. Namun, saya menafsir dan membacanya sebagai visi dan gagasan besar yang ingin ia letakkan bagi organisasi SatuPena, sekaligus bagi seluruh komunitas dan pegiat literasi yang berkomitmen sama.

“Berperan Menjadikan Indonesia Sebagai Negara Literasi” merupakan sebuah ide dan gagasan yang tentu tak mudah untuk merealisasikannya. Dibutuhkan pendekatan yang sistemik dan komprehensif dengan memakai perspektif jangka panjang (long-term perspective). Diperlukan pula desain perencanaan beserta tahapannya, yang dengan konsisten harus dijalankan oleh anggota SatuPena dan lebih khusus bagi para pengurusnya.

Agar visi besar tadi memiliki pijakan serta tidak kehilangan spirit lokalitasnya, maka langkah awal yang akan dilakukan SatuPena menurut Denny JA, adalah menginisiasi lahirnya forum komunikasi penulis, terciptanya jejaring di antara penulis serta terbangunnya kota-kota dan desa-desa literasi. Dengan begitu, kehadiran SatuPena pada 34 Provinsi di Tanah Air, seyogyanya menjadi motor penggerak literasi di daerahnya, yang tak pernah berhenti bekerja untuk memajukan peradaban Bangsa melalui daerah masing-masing.

Lalu, bagaimana dengan tradisi literasi di Sulawesi Selatan serta respon SatuPena Sulsel? Pasca Deklarasi dan Pengukuhan pada 1 Juni 2022 lalu, SatuPena Sulsel tentu sudah harus bergerak proaktif menjalankan peran secara optimal dan strategis, dalam upaya menggelorakan dan membangkitkan kembali gerakan literasi Sulsel. Meski tantangan pasti ada, namun usaha ini mungkin saja tidak begitu sulit, bila dilakukan secara bersama dan sungguh-sungguh. Karena sebetulnya, Sulawesi Selatan sudah memiliki modal sosial literasi yang sangat baik, jika menilik pada sejarah leluhur Sulawesi Selatan. Prof. Andi Zainal Abidin Farid dalam “Capita Selecta Sejarah Sulawesi Selatan”, menyebutkan adanya beragam lontarak Bugis-Makassar, yang memuat berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti: sejarah, filsafat dan pandangan hidup, pertanian, kebudayaan, obat-obatan, hukum adat, dan lain sebagainya. Hal tersebut menunjukkan, betapa majunya tradisi literasi sekaligus peradaban leluhur kita kala itu. 

Bukankah mereka telah melahirkan atau memiliki Surek I La Galigo? Sebuah hasil karya monumental orang-orang Bugis pada masa pra-Islam, yang telah mendapat pengakuan dunia sebagai karya sastra terpanjang. Belum lagi, karya-karya literasi dari sejumlah ulama dan pemuka agama, yang merupakan perintis awal penyebaran Islam di Sulawesi Selatan. Sebut saja di antaranya, Sayyid Jamaluddin al-Akbar al-Husaini di Tosora Wajo, Sayyid Jalaluddin al-Aidid di Cikoang Takalar, Sayyid Alwi bin Sahl Jamalullail di Mandar, yang juga adalah salah satu guru Imam Lapeo (KH. Muhammad Thahir). Dan mungkin yang paling masyhur di masyarakat Sulawesi Selatan ialah Syekh Yusuf al-Makassari, yang pernah menorehkan karya semisal Fusushul Hikam atau Futuhat al-Makkiyah-nya Ibn ‘Arabi. Ulama Pejuang sekaligus Pahlawan Nasional di dua negara – Indonesia dan Afrika Selatan - ini, oleh Guru Besar Sejarah Islam UIN Alauddin Makassar, Prof. Ahmad Sewang menyebutnya sebagai Bapak Literasi Nusantara, karena telah menghabiskan sebagian besar hidupnya menjelajah dunia untuk mendalami ilmu pengetahuan serta meninggalkan sejumlah 23 kitab/buku sebagai warisan literasi.

Pertanyaannya, akankah kita sebagai generasi penerus hanya sebatas menunjukkan kekaguman, ketakjuban, kebanggaan, dengan romantisme historis dari tradisi literasi leluhur kita itu? Tentu saja tidak! Dan pada konteks inilah, tantangan bagi SatuPena Sulsel serta berbagai komunitas literasi, akan sangat dinantikan bagaimana pemetaan dan perumusan langkah yang akan diambil dan dijalankan, sebagai upaya dan ikhtiarnya dalam membangkitkan kembali gerakan literasi di daerah ini. Karena, untuk mewujudkan sebuah gerakan literasi yang progresif dan massif di masa mendatang, selain pendekatan kultural yang tengah berjalan selama ini, maka diperlukan pula pendekatan struktural melalui “interupsi” dari SatuPena Sulsel, untuk mendorong upaya intervensi kebijakan dalam menciptakan ruang-ruang produktif bagi kemajuan literasi di daerah kita ini. Gerakan literasi progresif dan massif tadi adalah kerja besar yang hanya bisa dilakukan melalui sistem kerja yang bersifat kolektif, kolaboratif dan sinergis, terutama dalam menjaga dan merawat kesinambungan dan keberlangsungannya.

Sejatinya memang, gerakan literasi mesti terakomodasi dalam sistem dan kebijakan perencanaan kita. Baik pada perencanaan pembangunan maupun perencanaan ruang (spasial). Karena, melalui gerakan literasi, kebutuhan manusia akan perolehan dan perluasan pengetahuan menjadi terpenuhi. Yang dengan pengetahuan tersebut, akan mengantarkan manusia pada makrifat hakiki dan peradaban yang lebih tinggi. Semoga kehadiran SatuPena di Sulawesi Selatan mampu memberi makna serta kontribusi positif bagi perkembangan gerakan literasi Sulsel pada masa kini dan waktu-waktu mendatang.

satupenariau.com, nusantarachannel.co, tribunpost.com, Juni 2022

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rezim Yang Ambigu dan Problem Lingkungan di Indonesia

Permasalahan lingkungan hidup, telah mendapat perhatian besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi sejak dasawarsa 1970-an setelah d...