“Membaca
untuk mengenal dunia dan menulislah agar dikenal dunia.”
“Sesungguhnya tulisan itu abadi. Tulislah sesuatu yang akan
membahagiakanmu di akhirat kelak.”
(Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw)
Kutipan
di atas adalah ungkapan Sang Pintu Kota Ilmu Nabi, Penghulu para Sufi dan Kaum
Arif, yang secara implisit nan lugas menggambarkan betapa aktivitas literasi,
begitu sangat penting dalam memajukan serta mengembangkan sebuah peradaban.
Literasi, pada dasarnya merupakan cara manusia membaca peradaban. Maka wajarlah
kemudian, jika tingkat literasi akan sangat menentukan kemajuan peradaban
sebuah negeri. Sayangnya, kebijakan di negeri
ini, masih sangat minim dalam memfasilitasi terciptanya ruang-ruang publik
untuk tumbuhnya tradisi literasi yang dinamis. Komunitas literasi dan para
pegiatnya sudah saatnya berpikir lebih strategis untuk berkontribusi mengambil
bagian dalam memajukan bangsa ini.
Sekaitan
itu, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia-SATUPENA Denny JA, saat
berbincang dengan Pegiat Literasi, Jurnalis dan Mantan Ketua Ikapi Sulsel Andi
Wanua Tangke, menyampaikan pemikiran dan obsesinya dengan mengatakan bahwa,
“SATUPENA harus berperan menjadikan Indonesia sebagai Negara Literasi. Ruang
publik negeri ini tidak boleh hanya didominasi isu politik dan ekonomi, tapi
juga harus diwarnai dengan konten-konten karya sastra dan kegiatan yang
berdimensi kebudayaan.” Ini hal menarik,
sebab kendatipun dimaknai semacam harapan yang ingin beliau wujudkan selaku
pimpinan organisasi penulis. Namun, saya menafsir dan membacanya sebagai visi
dan gagasan besar yang ingin ia letakkan bagi organisasi SatuPena, sekaligus
bagi seluruh komunitas dan pegiat literasi yang berkomitmen sama.
“Berperan
Menjadikan Indonesia Sebagai Negara Literasi” merupakan sebuah ide dan gagasan
yang tentu tak mudah untuk merealisasikannya. Dibutuhkan pendekatan yang
sistemik dan komprehensif dengan memakai perspektif jangka panjang (long-term perspective). Diperlukan pula
desain perencanaan beserta tahapannya, yang dengan konsisten harus dijalankan
oleh anggota SatuPena dan lebih khusus bagi para pengurusnya.
Agar
visi besar tadi memiliki pijakan serta tidak kehilangan spirit lokalitasnya,
maka langkah awal yang akan dilakukan SatuPena menurut Denny JA, adalah
menginisiasi lahirnya forum komunikasi penulis, terciptanya jejaring di antara
penulis serta terbangunnya kota-kota dan desa-desa literasi. Dengan begitu,
kehadiran SatuPena pada 34 Provinsi di Tanah Air, seyogyanya menjadi motor
penggerak literasi di daerahnya, yang tak pernah berhenti bekerja untuk
memajukan peradaban Bangsa melalui daerah masing-masing.
Lalu,
bagaimana dengan tradisi literasi di Sulawesi Selatan serta respon SatuPena Sulsel?
Pasca Deklarasi dan Pengukuhan pada 1 Juni 2022 lalu, SatuPena Sulsel tentu
sudah harus bergerak proaktif menjalankan peran secara optimal dan strategis,
dalam upaya menggelorakan dan membangkitkan kembali gerakan literasi Sulsel.
Meski tantangan pasti ada, namun usaha ini mungkin saja tidak begitu sulit,
bila dilakukan secara bersama dan sungguh-sungguh. Karena sebetulnya, Sulawesi
Selatan sudah memiliki modal sosial literasi yang sangat baik, jika menilik
pada sejarah leluhur Sulawesi Selatan. Prof. Andi Zainal Abidin Farid dalam “Capita Selecta Sejarah Sulawesi Selatan”,
menyebutkan adanya beragam lontarak
Bugis-Makassar, yang memuat berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti: sejarah,
filsafat dan pandangan hidup, pertanian, kebudayaan, obat-obatan, hukum adat,
dan lain sebagainya. Hal tersebut menunjukkan, betapa majunya tradisi literasi sekaligus
peradaban leluhur kita kala itu.
Bukankah
mereka telah melahirkan atau memiliki Surek
I La Galigo? Sebuah hasil karya monumental orang-orang Bugis pada masa
pra-Islam, yang telah mendapat pengakuan dunia sebagai karya sastra terpanjang.
Belum lagi, karya-karya literasi dari sejumlah ulama dan pemuka agama, yang
merupakan perintis awal penyebaran Islam di Sulawesi Selatan. Sebut saja di
antaranya, Sayyid Jamaluddin al-Akbar al-Husaini di Tosora Wajo, Sayyid
Jalaluddin al-Aidid di Cikoang Takalar, Sayyid Alwi bin Sahl Jamalullail di
Mandar, yang juga adalah salah satu guru Imam Lapeo (KH. Muhammad Thahir). Dan
mungkin yang paling masyhur di masyarakat Sulawesi Selatan ialah Syekh Yusuf
al-Makassari, yang pernah menorehkan karya semisal Fusushul Hikam atau Futuhat
al-Makkiyah-nya Ibn ‘Arabi. Ulama Pejuang sekaligus Pahlawan Nasional di
dua negara – Indonesia dan Afrika Selatan - ini, oleh Guru Besar Sejarah Islam
UIN Alauddin Makassar, Prof. Ahmad Sewang menyebutnya sebagai Bapak Literasi
Nusantara, karena telah menghabiskan sebagian besar hidupnya menjelajah dunia
untuk mendalami ilmu pengetahuan serta meninggalkan sejumlah 23 kitab/buku
sebagai warisan literasi.
Pertanyaannya,
akankah kita sebagai generasi penerus hanya sebatas menunjukkan kekaguman,
ketakjuban, kebanggaan, dengan romantisme historis dari tradisi literasi
leluhur kita itu? Tentu saja tidak! Dan pada konteks inilah, tantangan bagi
SatuPena Sulsel serta berbagai komunitas literasi, akan sangat dinantikan
bagaimana pemetaan dan perumusan langkah yang akan diambil dan dijalankan,
sebagai upaya dan ikhtiarnya dalam membangkitkan kembali gerakan literasi di
daerah ini. Karena, untuk mewujudkan sebuah gerakan literasi yang progresif dan
massif di masa mendatang, selain pendekatan kultural yang tengah berjalan
selama ini, maka diperlukan pula pendekatan struktural melalui “interupsi” dari
SatuPena Sulsel, untuk mendorong upaya intervensi kebijakan dalam menciptakan
ruang-ruang produktif bagi kemajuan literasi di daerah kita ini. Gerakan
literasi progresif dan massif tadi adalah kerja besar yang hanya bisa dilakukan
melalui sistem kerja yang bersifat kolektif, kolaboratif dan sinergis, terutama
dalam menjaga dan merawat kesinambungan dan keberlangsungannya.
Sejatinya memang, gerakan literasi mesti terakomodasi dalam sistem dan kebijakan perencanaan kita. Baik pada perencanaan pembangunan maupun perencanaan ruang (spasial). Karena, melalui gerakan literasi, kebutuhan manusia akan perolehan dan perluasan pengetahuan menjadi terpenuhi. Yang dengan pengetahuan tersebut, akan mengantarkan manusia pada makrifat hakiki dan peradaban yang lebih tinggi. Semoga kehadiran SatuPena di Sulawesi Selatan mampu memberi makna serta kontribusi positif bagi perkembangan gerakan literasi Sulsel pada masa kini dan waktu-waktu mendatang.
satupenariau.com, nusantarachannel.co, tribunpost.com, Juni 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar